Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Berpegang Status Konstitusional Wamen

Kompas.com - 11/06/2012, 18:43 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana Kepresidenan optimistis posisi wakil menteri seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri dan Keputusan Presiden 65/M/2012 telah sesuai dengan Pasal 10 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara.

"Saya kira kita kembalikan lagi kepada apa yang menjadi amar putusan dari MK. dan MK menyebutkan posisi wakil menteri adalah konstitusional. Itu saja. Bahwa kemudian ada hal-hal lain, ya saya tidak mempunyai kompetensi untuk menanggapi hal itu," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha singkat kepada para wartawan di Bina Graha, Jakarta, Senin (11/6/2012).

Sebelumnya, amar putusan MK menyatakan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara menimbulkan ketidakpastian hukum, wakil menteri tidak boleh melakukan kegiatan.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai kedudukan wakil menteri yang diatur dalam Perpres 60/2012 masih bertentangan dengan Pasal 10 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara.

Menurut Yusril, kedudukan wamen yang disebutkan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri sebagaimana disebutkan dalam Perpres 60/2012 itu tidaklah sejalan dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Kementerian Negara yang mengatur struktur organisasi kementerian.

Disebutkan dalam pasal itu bahwa struktur organisasi kementerian terdiri atas pimpinan, yakni menteri, sekretariat jenderal sebagai pembantu pimpinan, direktur jenderal sebagai pelaksana tugas pokok, dan seterusnya.

Keberadaan wamen tidak ada dalam struktur organisasi kementerian. Namun keberadaannya disebutkan dalam Pasal 10 yang mengatakan, "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu".

Tugas Wamen dalam Perpres 60/2012 ini amatlah luas, yakni membantu menteri dalam memimpin dan melaksanakan hampir seluruh tugas kementerian sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU Kementerian Negara.

Padahal, Pasal 10 UU Kementerian Negara menyebutkan keberadaan wamen hanya untuk melaksanakan beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus pada kementerian tertentu. Bukan untuk membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian yang begitu luas sebagaimana diatur Pasal 8 UU Kementerian Negara.

Dengan demikian, Perpres 60/2012 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara.

"Presiden SBY dan para legal drafter-nya nampak gagal memahami makna Pasal 10 UU Kementerian Negara, dikaitkan dengan tugas pokok kementerian dan struktur organisasinya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan 9 undang-undang tersebut. Keberadaan wamen yang tugasnya terbatas hanya untuk melaksanakan beban kerja yang memerlukan penanganan khusus, haruslah dirujuk pada Pasal 8, yakni apa sajakah tugas pokok kementerian tertentu yang dirasakan memerlukan penanganan secara khusus itu," kata Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com