JAKARTA, KOMPAS.com - Tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan replik atau tanggapan atas nota pembelaan/ pledoi yang diajukan terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan, Nunun Nurbaeti, dan tim kuasa hukumnya. Tanggapan jaksa atau replik tersebut dibacakan JPU KPK dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (2/5/2012).
Menurut jaksa, ada sejumlah poin pembelaan Nunun yang harus dikesampingkan majelis hakim Tipikor dalam merumuskan putusan Nunun nantinya. Poin pertama, terkait pembelaan kuasa hukum Nunun yang mengatakan kalau kesaksian Arie Malangjudo dan Ngatiran tidak dapat dipertimbangkan karena berdiri sendiri.
Menurut JPU KPK, sesuai dengan Pasal 185 Ayat 4 KUHAP, keterangan saksi yang berdiri sendiri-sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan saksi tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga membenarkan suatu kejadian.
"Bahwa sekalipun setiap tindakan terdakwa hanya dibenarkan oleh keterangan seorang saksi namun keterangan ini dikuatkan saksi-saksi lain karena itu perbuatan-perbuatan yang didakwakan nyata, bahwa titik berat terletak pada persamaan sifat perbuatannya," kata jaksa Siswanto.
Ia menjelaskan, keterangan Arie dan Ngatiran yang mengaku diperintah Nunun memberi tanda terima kasih ke anggota dewan berupa empat kantong belanja berisi cek perjalanan tersebut bukanlah kesaksian tunggal yang tidak didukung bukti lain. Kesaksian mereka, kata Rum, saling mendukung dan berkesesuaian menerangkan fakta yuridis seputar empat kantong belanja berisi cek perjalanan tersebut.
"Bahwa Arie berkesesuaian dengan Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Udju Djugaeri, dan Endin Soefihara terkait empat kantong sehingga keterangan Arie bukanlah berdiri sendiri," ujar Siswanto.
Poin kedua, terkait Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan kepada Nunun. JPU meminta majelis hakim mengesampingkan pembelaan tim kuasa hukum Nunun yang menyatakan tidak ada hubungan perbuatan Nunun yang didakwa Pasal 5 Ayat 1 b (pemberian suap) dengan perbuatan anggota DPR 1999-2004 yang divonis melanggar Pasal 11 UU Tipikor.
Menurut jaksa, perbuatan Nunun yang diduga memberikan cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004 itu tetap berkaitan meskipun anggota dewan dinyatakan hanya terbukti bersalah sesuai Pasal 11, dakwaan kedua, dan bukan Pasal 5 Ayat 2 (penerimaan suap).
Poin ketiga, soal uang Rp 1 miliar yang masuk ke rekening Nunun. Tim kuasa hukum mengklaim uang tersebut merupakan harta Nunun yang diperoleh secara mandiri dan bukan dengan cara korupsi. Alibi tersebut, kata Siswanto, seharusnya dikesampingkan majelis hakim Tipikor.
"Kami tidak sependapat, penuntut umum menerapkan pembuktian bahwa Rp 1 miliar itu berasal dari pencairan cek perjalanan yang merupakan bagian dari 480 lembar cek yang dibagikan ke anggota DPR," ujar Siswanto.
Menurut jaksa, uang Rp 1miliar itu merupakan cek perjalanan yang dicairkan Nunun melalui sekretarisnya, Sumarni. "Terdakwa tidak dapat membuktikan dan menerangkan asal usul uang Rp 1 miliar itu," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.