Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Nelayan Andon...

Kompas.com - 26/04/2012, 02:56 WIB

Nelayan di Tanah Air hampir tak pernah lepas dari berbagai persoalan. Seperti yang dialami nelayan andon. Tradisi nelayan andon yang berpindah-pindah ke beberapa perairan Indonesia kerap terbentur ego sektoral daerah atas nama otonomi daerah. Tak jarang, mereka dituding sebagai pelanggar wilayah perairan di negeri sendiri, bahkan menjadi korban penipuan.

Seperti dialami para nelayan andon dari Juwana, Pati, Jawa Tengah, saat menangkap ikan hingga perairan Kalimantan Timur awal April. Sebanyak 88 nelayan Juwana yang melaut dengan enam kapal cantrang ditangkap tim operasi bersama di bawah koordinasi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) tanggal 8 April lalu karena dianggap melanggar batas wilayah penangkapan.

Keenam kapal cantrang itu adalah KM Arta Mina Unggul, KM Arta Mina Barokah, KM Sumber Rezeki Putra 02, KM Arta Mina Rezeki, KM Sido Mulyo 2, dan KM Era Sanjaya. Kapal mereka sebenarnya mengantongi dokumen surat izin penangkapan ikan (SIPI) di wilayah utara Jawa. Namun, surat izin yang diterbitkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah itu tidak menyebutkan batas ordinat penangkapan.

Mereka ditangkap dan digiring ke pelabuhan perikanan di Balikpapan, kemudian ditahan di kapal masing-masing. Ironisnya, saat ditahan, mereka justru menjadi korban penipuan. Seorang oknum yang mengatasnamakan Kepala DKP Kalimantan Timur Iwan Mulyana dan mengaku telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas Wilayah II Bakorkamla meminta bayaran Rp 90 juta jika nelayan ingin bebas.

Namun, setelah uang ditransfer ke rekening atas nama G, oknum tersebut malah menghilang. Hingga akhirnya tanggal 19 April lalu para nelayan tersebut dibebaskan petugas pengawas perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan teguran keras. Nelayan tidak boleh melanggar batas wilayah lagi. Namun, uang yang telanjur dikeluarkan nelayan tidak ada kelanjutannya.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syahrin Abdurrahman menyatakan, penipuan itu dilakukan oknum. Pegawai DKP Kaltim dan KKP tidak terlibat. Pihak KKP malah menduga oknum yang melakukan penipuan terkait sindikat dan masih dalam penelusuran.

Itulah nasib nelayan. Bukannya mendapatkan hasil tanggapan yang banyak, justru mengalami kerugian besar.

Fenomena klasik

Sebutan nelayan andon atau nelayan berpindah sudah menjadi fenomena klasik negara bahari ini. Dari daerahnya, mereka melaut sampai ke wilayah-wilayah lain di penjuru Tanah Air. Akan tetapi, penjelajahan itu tidaklah mulus. Para nelayan andon kerap ditangkap, bahkan dihakimi karena menerobos teritori daerah otonom.

Syahrin mengakui, pengotakan wilayah perairan di dalam negeri seharusnya tidak perlu terjadi jika otonomi daerah tidak mengedepankan egoisme pemerintah daerah. Seandainya ada koordinasi antarpemerintah daerah, nelayan andon dimungkinkan untuk mencari ikan di wilayah sendiri.

Ironisnya, dari seberang negeri, kapal-kapal besar milik nelayan Malaysia hilir-mudik memasuki perairan Indonesia.

”Ini enggak masuk akal, tetapi terjadi. Nelayan kita ditangkap di negeri kita sendiri karena dianggap melanggar batas wilayah, sedangkan nelayan asal Malaysia yang masuk ke perairan kita tidak boleh ditangkap,” ujar Syahrin.

Ya... negeri ini memang negeri bahari, tetapi keadilan masih jauh dari genggaman para nelayan. (LKT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com