Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2.000 Transaksi DPR Ditelusuri

Kompas.com - 21/02/2012, 03:42 WIB

Jakarta, Kompas - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyelisik lebih dari 2.000 laporan transaksi mencurigakan terkait anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang mayoritas dilakukan anggota Badan Anggaran. Namun, hal itu tidak serta-merta berimplikasi tindak pidana.

Hal itu diutarakan Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan PPATK, Senin (20/2). Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin itu, anggota Komisi III, Aboe Bakar, dan Ketua Komisi III Benny K Harman meminta penjelasan lebih lanjut mengenai bagian materi yang disiapkan PPATK yang sengaja dihitamkan. Aboe Bakar khawatir penghapusan itu dilakukan karena ada tekanan terhadap PPATK.

Di halaman 21 materi yang disampaikan PPATK terdapat tiga baris yang dihitamkan dengan spidol. Tulisan yang dikaburkan itu adalah ”Saat ini PPATK sedang melakukan proses analisis atas lebih dari 2.000 laporan terkait dengan anggota DPR, di mana mayoritas transaksi dilakukan oleh anggota Badan Anggaran DPR”.

Yusuf menyebutkan, penghapusan itu tidak dimaksudkan untuk menutup-nutupi informasi. Bagian itu dihapus karena dinilai tidak sinkron dengan pertanyaan tertulis yang disampaikan Komisi III DPR menyangkut ”rekening gendut” pejabat negara dan pegawai negeri sipil (PNS) muda di sejumlah kementerian dan lembaga negara lain. Penelusuran pun masih berlanjut. ”Jadi, tak ada semangat untuk menutup-nutupi,” katanya.

Analisis pendapat

Transaksi mencurigakan itu dianalisis jika ada penyimpangan dari profil pemilik rekening, misalnya pendapatan rutin seseorang atau menyimpang dari kebiasaan. Analisis akan disampaikan PPATK kepada penegak hukum. Yusuf menyebutkan, analisis menyangkut transaksi yang dilakukan anggota DPR tidak diniatkan untuk memperburuk citra DPR.

PPATK juga menyebutkan, dari analisis sampai Januari 2012, terdapat 707 analisis menyangkut PNS, 89 menyangkut anggota Polri, 12 menyangkut jaksa, 17 menyangkut hakim, 1 menyangkut KPK, dan 65 menyangkut anggota legislatif. Yusuf menjelaskan, yang tersangkut adalah bendaharawan di institusi KPK, bukan unsur pimpinan, dan menyangkut soal transaksi valuta asing.

Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK mengklarifikasi informasi yang menyebutkan ada transaksi mencurigakan yang dilakukan pegawainya. KPK mengakui, ada pegawainya yang menukarkan mata uang asing dalam jumlah besar di atas Rp 100 juta melalui money changer. Namun, penukaran itu memang menjadi kewajiban dan tugasnya.

”Pada Juni (2010) Pengawas Internal KPK melakukan penelusuran dan ternyata pegawai yang dimaksud memang bertugas melakukan penukaran uang, berkaitan dengan uang sitaan dari dollar (Amerika Serikat) ke rupiah,” kata Johan di Jakarta.

Transaksi Nazaruddin

PPATK juga menemukan 23 transaksi mencurigakan terkait mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin saat ini menjadi terdakwa dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang dan tersangka pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia oleh KPK. Informasi itu sudah disampaikan PPATK kepada KPK.

Menurut Yusuf, transaksi itu terdiri dari 10 transaksi atas nama pribadi dan 13 transaksi menyangkut perusahaan. Kepala PPATK membenarkan, di antaranya ada transaksi senilai lebih dari Rp 100 miliar. Sekalipun demikian, tak diketahui sumber dana yang ditransaksikan itu.

Menurut Yusuf, PPATK terus mendalami transaksi mencurigakan yang dilakukan Nazaruddin. Manakala Nazaruddin masih di luar negeri, transaksi mencurigakan yang melibatkan dia baru sebanyak 9 transaksi. Penelitian itu masih bergulir. (DIK/BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com