Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesawat Kepresidenan Bukan buat SBY

Kompas.com - 13/02/2012, 21:44 WIB
Hindra Liu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk membeli pesawat kepresidenan diakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai hal yang perlu dan bukan untuk kepentingan pribadinya. Ia bahkan sadar, pesawat tersebut baru akan dinikmati presiden berikutnya.

"Saya pikir memang perlu. Saya tahu baru akan selesai 2013. Yang menggunakan nanti, presiden setelah saya, bisa terbang sambil memberi perintah di manapun presiden berada," jelas SBY saat menjawab pertanyaan pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/2/2012).

Ia mengatakan, keinginan pemerintah untuk mengadakan pesawat kepresidenan sudah sejak lama. Alasannya, pemerintah menyadari bahwa ongkos menyewa pesawat Garuda Indonesia lebih mahal daripada menggunakan pesawat sendiri. Selaion itu, setiap presiden akan bepergian menggunakan pesawat sewaan akan mengganggu jadwal penerbangan Garuda Indonesia.

"Oleh karena itulah untuk efisiensi jangka menengah dan jangka panjang dan bisa digunakan setiap saat," ujanya. Ide mengadakan pesawat kepresidenan, lanjut SBY, telah dibahas pemerintah dan DPR dengan melibatkan ahli yang mengetahui pesawat terbang.

SBY juga menjamin pengadaan pesawat tersebut telah dilakukan secara transparan. Kementrian terkait dan Sekretariat Negara mengundang lembaga pengadaan jasa dan barang untuk menentukan pilihan terbaik agar tidak terjadi penyelewengan dan bisa diaudit.

Terkait pertanyaan mengapa presiden tidak memilih pesawat buatan dalam negeri dalam hal ini CN-235 buatan PTDI, SBY menilai tidak dapat dibandingkan. Menurut SBY, banyak juga kepala negara dan kepala pemerintahan yang memiliki pesawat kepresidenan setara dengan Boeing 747 yang dipilih pemerintah.

"Barangkali di tingkat lokal punya lagi pesawat dengan ukuran yang lebih kecil. Jangan dikira presiden di negara-negara itu hanya menggunakan pesawat kecil bukan jet," kata SBY.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Nasional
Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Nasional
Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Nasional
Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Nasional
Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan 'Sesuai Kebutuhan Presiden'

Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan "Sesuai Kebutuhan Presiden"

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Nasional
Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Nasional
Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Nasional
Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Nasional
Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Nasional
Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com