Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar (Lagi) dari Kasus Bank Century

Kompas.com - 06/01/2012, 03:12 WIB

Setelah terkuaknya skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tahun 1997-1998 yang memaksa pemerintah menalangi Rp 600 triliun, disusul dengan penutupan 16 bank terlikuidasi, seharusnya tak ada lagi kasus serupa yang memperburuk citra perbankan dan pengawasan BI.

Ternyata, pada tahun 2008, kasus serupa terjadi lagi. Kali ini, yang terkena Bank Century. Waktu itu, selain sulit mendapatkan dana untuk memenuhi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/ CAR)-nya yang minus, bank tersebut juga tak memiliki dana untuk pembayaran bunga bagi deposannya. Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) pun turun tangan menyelamatkan. Dana talangan dikucurkan ke Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Alasan penyelamatan waktu itu, kondisi Bank Century telah memburuk sehingga harus dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemis.

Ujung penyelesaian dana talangan Bank Century hingga kini tak diketahui. Audit investigasi terhadap Bank Century yang hasilnya dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada DPR, November 2009, menyatakan ada kesalahan prosedur penyelamatan bank tersebut. Bahkan, muncul kecurigaan atas proses pengambilan keputusannya dan adanya transaksi tak wajar di Bank Century.

Untuk menyelidikinya, dibentuklah Panitia Khusus (Pansus) DPR. Melalui voting, keluar rekomendasi Pansus DPR yang menyatakan ada kesalahan prosedur dan kecurigaan di balik pengucuran dana talangan itu. Sidang paripurna DPR mendukung hasil kerja Pansus pada Maret 2010.

Pansus DPR merekomendasikan agar penyelidikan kasus Bank Century diserahkan kepada penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). DPR membentuk pula Tim Pengawas (Timwas) Pelaksanaan Rekomendasi Pansus DPR atas Bank Century tersebut. Namun, hingga berakhirnya masa tugas Timwas, Desember lalu, KPK belum menemukan unsur-unsur tindak pidana di balik pengucuran dana talangan tersebut. Masa tugas Timwas pun diperpanjang setahun lagi dan KPK diberi waktu hingga Juli 2012.

Akhir Desember lalu, BPK menyerahkan laporan audit forensik atas aliran dana Bank Century. Yang diminta DPR audit forensik, yang dikerjakan BPK sebatas ”audit investigasi lanjutan”.

Banyak yang menilai, audit tersebut minim fakta baru dan menuding BPK terkooptasi. Tudingan itu dibantah BPK. Dari 15 temuan yang dilaporkan, hanya tiga temuan baru. Selain aliran dana kepada BM Rp 1 miliar, PT MNP Rp 100,95 miliar, dan HEW 125.000 dollar AS, selebihnya adalah temuan lama.

Menurut catatan Kompas, yang dimaksud dengan BM adalah Deputi Gubernur BI Budi Mulya. PT MNP adalah Media Nusa Pradana yang menerbitkan koran Jurnal Nasional. Adapun HEW adalah Hartanto Edhie Wibowo.

”Kasus Bank Century harus jadi pengalaman berharga pada masa mendatang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang akan menggantikan fungsi pengawasan bank, harus belajar dari kasus ini. Sebab, hingga kini kasus Bank Century belum bisa diketahui bagaimana ujungnya. Setelah audit BPK, KPK masih akan menyelidiki lagi. Hasilnya pun belum diketahui,” ucap mantan Ketua Pansus DPR untuk Rancangan Undang-Undang OJK Nusron Wahid (Fraksi Partai Golkar), yang juga Ketua Gerakan Pemuda Ansor kepada Kompas, Rabu (4/1).

OJK, tutur Nusron, harus mewaspadai pengawasan bank yang akan dijalankannya, terutama saat terjadinya krisis. Ini tentu agar kasus serupa tak terulang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com