Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desain Demokrasi dan Indonesia Makin Korup

Kompas.com - 26/12/2011, 11:28 WIB
Oleh Khaerudin

KOMPAS.com - Wakil Menteri Perdagangan Amerika Serikat Francisco J Sanchez dalam pertemuan Bali Democracy Forum IV yang digelar di Nusa Dua, Bali, 8-9 Desember 2011, menyatakan, untuk membangun sistem demokrasi yang lebih baik, semua negara harus bekerja keras mewujudkan keterbukaan, membasmi korupsi, dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Menurut Sanchez, pertumbuhan ekonomi yang sehat dapat mewujudkan politik dan penghargaan terhadap kemanusiaan yang lebih baik.

Para bapak pendiri bangsa ini sesungguhnya sudah bisa memandang ke depan, kapitalisme ekonomi yang bersanding dengan demokrasi liberal sesungguhnya tak cocok diterapkan di negeri ini.

Ketika corak kapitalisme ekonomi dibungkus lewat sistem pemerintahan otoriter pada era Orde Baru akhirnya tumbang dan demokrasi menemukan fajar baru di Indonesia, yang kemudian bersanding demokrasi dan ekonomi liberal. Namun, berbeda dengan model yang sama di AS, demokrasi dan ekonomi liberal pascareformasi di Indonesia ini lahir tanpa prasyarat yang memadai.

Menurut pemikir kenegaraan yang juga pengarang buku Negara Paripurna, Yudi Latif, reformasi yang berarti menata ulang hanya berhenti pada sisi politik. Pasca-1998 menurut Yudi, penerimaan Indonesia atas demokrasi liberal, seperti dipraktikan di Barat, tanpa pernah menjalani uji kepatutan apakah dengan sistem ini rakyat mampu menjadi sejahtera. Demokrasi langsung seperti dipraktikkan dalam pemilu di Indonesia tak pernah diuji apakah bisa membawa kesejahteraan.

Terbukti demokrasi langsung seperti dalam pemilihan kepala daerah membuat rakyat justru tak berdaya secara politik. Utang politik para kandidat kepada pemodal membuat secara moral mereka bangkrut. Desain institusionalisasi demokrasi di Indonesia yang salah, menurut Yudi, yang kemudian menyuburkan praktik korupsi. Bupati kemudian menggadaikan sumber daya alam daerahnya kepada pemodal yang memberinya kesempatan bertarung. Akibatnya sumber daya alam yang sesungguhnya untuk kemakmuran rakyat di daerah dirampok pemodal yang telah bersekongkol dengan pemodal.

Menurut Yudi, demokrasi liberal yang mengusung keterpilihan individu mensyaratkan tatanan ekonomi masyarakat yang mapan. Di negara yang menganut sistem ini, seperti AS, calon presiden, seperti Barrack Obama, bisa menolak dana federal dari negara. Pencalonan Obama justru dibiayai oleh rakyat AS. Rakyat berdaya secara politik untuk ikut membiayai partai politik atau kandidat mereka.

Yudi menuturkan, melihat realitas sosial Indonesia yang sangat majemuk, founding fathers negara ini dengan jelas merumuskan demokrasi yang seharusnya dianut Indonesia terformulasikan dalam keterwakilan politik lewat partai, utusan daerah dan golongan. Formula tiga bangunan keterwakilan ini yang kemudian memastikan, demokrasi di Indonesia melindungi kelompok minoritas. Bagaimana suku-suku terpencil di pedalaman Papua juga bisa merasakan keterwakilannya dalam politik. Bagaimana kelompok penganut kepercayaan yang berbeda dari arus utama punya keterwakilan di parlemen.

Namun, sayangnya, pasca- 1998, hanya keterwakilan politik yang ditonjolkan. Kontestasi individual seperti dalam demokrasi liberal yang menjadi penting. Belakangan, daerah terwakili melalui Dewan Perwakilan Daerah, tetapi utusan golongan betul-betul dihapus.

Ini yang sesungguhnya meresahkan. Bila melihat fakta bahwa terjadi banyak sekali sengketa pilkada, seharusnya kita disadarkan bahwa institusionalisasi demokrasi di Indonesia telah gagal. Tribalisme kepada banyak suku terpencil di Indonesia muncul ketika mereka dipaksa mengadopsi pemilihan langsung. Ini yang menjelaskan mengapa pilkada bisa membuat potensi konflik besar terjadi di beberapa daerah di Papua.

Tak hanya memformulasikan bangunan keterwakilan dalam tiga lapis, politik, daerah dan golongan, bapak pendiri Indonesia, menurut Yudi, juga ikut merumuskan bagaimana konstitusi negara seperti dalam Pasal 18 UUD 1945 yang memberi tempat pada lokalitas dan adat setempat dalam menyusun bentuk pemerintahan daerah. Pemahaman multikulturalisme para pendiri bangsa ini yang kemudian tidak serta-merta Indonesia mengadopsi sistem keterpilihan individu dalam pemilu.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Nasional
    Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

    Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

    Nasional
    Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

    Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

    Nasional
    Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

    Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

    Nasional
    TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

    TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

    Nasional
    ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

    ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

    Nasional
    Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

    Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

    Nasional
    Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

    Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

    Nasional
    Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

    Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

    Nasional
    Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

    Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

    Nasional
    Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

    Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

    Nasional
    Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

    Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

    Nasional
    Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

    Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

    Nasional
    Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

    Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com