JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus dugaan suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah atau DPPID, Wa Ode Nur Hayati, menilai, langkah pimpinan DPR meminta laporan transaksi keuangan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyalahi prosedur.
Menurut Wa Ode, laporan tersebut tidak dapat dijadikan bukti hukum untuk menetapkannya sebagai tersangka. "(Laporan) PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) itu tidak bisa dijadikan bukti hukum oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena permintaan PPATK itu sudah menyalahi prosedur. Marzuki Alie sebagai Ketua DPR telah menggunakan wewenang meminta aliran dana pribadi saya," ujar Wa Ode kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (13/12/2011).
Wa Ode ditetapkan sebagai tersangka pasca-pernyataannya yang menyudutkan Badan Anggaran (Banggar) dan pimpinan DPR. Fraksi PAN dan Wa Ode sempat beraksi ketika para pemimpin DPR mengumumkan ada 21 transaksi mencurigakan milik seorang anggota Banggar berdasarkan laporan PPATK.
Sebelumnya, Pimpinan Badan Kehormatan saat itu, Nudirman Munir, membenarkan bahwa ia yang meminta laporan transaksi ke PPATK melalui pimpinan DPR. Namun, dia tak mau menyebut siapa anggota yang diminta itu.
Menurut Wa Ode, laporan transaksi yang diminta saat itu adalah transaksi pribadi miliknya. Ia mengungkapkan, laporan itu diminta oleh Nudirman Munir dan Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Marcus Mekeng di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Itu sudah melanggar UU kerahasiaan bank. Karena tanggung jawab secara kelembagaan itu tidak untuk aliran dana pribadi loh. Apalagi saya waktu itu bukan tersangka, PPATK itu hanya bisa diminta untuk jadi bukti hukum dan untuk pengambilan keputusan di pengadilan oleh hakim, misalkan. Itu, kan, saya belum menjadi tersangka, belum menjadi apa-apa waktu itu," ujarnya.
Wa Ode menilai, permintaan laporan transaksi keuangan tersebut menunjukkan bahwa pimpinan DPR telah menggunakan kekuasaannya untuk mengebiri dirinya setelah mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan DPR. "Sekarang teman-teman media, siapa Wa Ode Nurhayati sebelum "Mata Nadjwa". Nggak ada kan. Orang tidak ada yang tahu. Tapi, tiba-tiba setelah (acara) itu dikejar ramai-ramai. Pimpinan (DPR) ngomong, mencerca, dan lain sebagainya," kata Wa Ode.
Seperti diberitakan sebelumnya, ada 21 transaksi mencurigakan terkait anggota Banggar DPR. Transaksi itu bervariasi, mulai dari Rp 500 juta hingga beberapa miliar rupiah. Fraksi Partai Amanat Nasional DPR mempermasalahkan laporan yang sempat dilontarkan pimpinan DPR karena dianggap mengarah kepada anggotanya, Wa Ode Nurhayati (Kompas, 10 Oktober 2011).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.