Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berhitung dengan Freeport

Kompas.com - 17/11/2011, 04:33 WIB

Oleh Kwik Kian Gie

Harry Tjan Silalahi menulis tentang Freeport di harian ini pada Senin (14/11). Suaranya mencerminkan perasaan umum tentang Freeport: penjajahan kembali mengisap kekayaan rakyat Indonesia.

Pengisapan oleh Freeport memang luar biasa. Namun, ini bagian kecil saja. Hampir semua kekayaan mineral kita dikontrakkan dengan manfaat yang amat kecil bagi rakyat Indonesia.

Kekayaan alam tak dibuat oleh siapa pun. Tak oleh Bakrie, tak oleh Panigoro, tak oleh Soeryadjaya, tak oleh Sandiago Uno, tak oleh Jusuf Merukh, tak pula oleh ratusan lain yang lebih kecil seperti Pramono Anung. Kekayaan mineral diberikan Tuhan kepada seluruh rakyat dari negara yang bersangkutan secara adil. Namun, selama ini kita seakan-akan tak memiliki keberanian mempersoalkan pengisapan kekayaan rakyat oleh beberapa gelintir pribadi, baik asing maupun Indonesia.

Freeport dapat hak eksploitasi tembaga dan emas dalam konferensi di Geneva, November 1967, yang oleh Harry Tjan Silalahi digambarkan dengan sangat jelas. Dalam tulisan ini saya ingin melengkapinya dengan data angka dan mendukung pendapatnya bahwa manfaat ekonomi yang dinikmati rakyat Indonesia saat ini tak ada beda dengan zaman VOC dan zaman kolonial, bahkan lebih parah lagi.

Rekayasa angka?

Royalti dari Freeport untuk bangsa Indonesia: 1 persen untuk emas dan perak, 1-3,5 persen untuk tembaga. Kami kemukakan angka dari orang yang tampaknya mengetahui isi perut yang sebenarnya. Sangat bisa salah, tetapi baik juga kami kemukakan. Setelah itu kami ungkapkan data dari Freeport. Tentu lebih kecil.

Data yang tampaknya dapat dipercaya sebagai berikut. Selama 43 tahun Freeport memperoleh 7,3 ton tembaga dan 724,7 juta ton emas. Jika kita ambil emas saja, kita nilai dengan harga sekarang, yakni Rp 500.000 per gram, nilainya setahun 724.700.000 gram x Rp 500.000 atau Rp 362.350 triliun. Setiap tahun, Rp 362.350 triliun dibagi 43 atau Rp 8.426,7442 triliun. Dibulatkan menjadi Rp 8.000 triliun.

Indonesia dapat 1 persen atau Rp 80 triliun setahun. Sementara tercantum di APBN 2011 dalam pos ”Pemasukan SDA Nonmigas” hanya Rp 13,8 triliun. Media massa pernah menyebut Rp 15 triliun-Rp 20 triliun. Sebagai perbandingan, cukai rokok menyumbang Rp 66 triliun.

Secara resmi pihak Freeport mengumumkan, untuk kurun Januari-September 2010, Freeport meraup ”pendapatan yang belum disesuaikan” 4,589 miliar dollar AS atau Rp 40,81 triliun (kurs Rp 8.892,5). Disetahunkan menjadi Rp 54,41 triliun. Dari jumlah ini, laba kotornya 2,634 miliar dollar AS. Disetahunkan menjadi 3,512 miliar dollar AS atau Rp 31,23 triliun. Laba kotor ini setelah dikurangi dengan biaya yang sangat tinggi: 1,944 miliar dollar AS plus 4 juta dollar AS untuk PT Smelting dan biaya lain sebesar 7 juta dollar AS. Total biaya 1,955 miliar dollar AS atau 43 persen. Alangkah besar! Bukankah digelembungkan? Ini pada tahun 2010.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com