Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Kecil Melawan Partai Besar

Kompas.com - 01/11/2011, 06:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai politik kecil dan menengah di parlemen terus berkonsolidasi untuk melawan partai politik besar yang menginginkan kenaikan ambang batas tinggi.

Selain menutup peluang tumbuhnya partai politik baru, ambang batas tinggi juga inkonstitusional karena akan menyebabkan tingginya tingkat disproporsionalitas.

Seperti dikatakan anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dewan Perwakilan Rakyat, Viva Yoga Mauladi, Senin (31/10/2011), di Jakarta, enam partai politik di parlemen terus melakukan konsolidasi serta komunikasi untuk menyikapi usulan kenaikan ambang batas tinggi oleh parpol-parpol besar.

Enam partai itu adalah PAN, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Keenam parpol itu akan melobi parpol-parpol besar hingga ditemukan angka kompromi.

”Lobi-lobi itu untuk membangun kebersamaan dan kesetaraan karena kebersamaan itu jauh lebih penting. Jangan sampai ada tirani mayoritas,” kata Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far.

Setgab tak berguna Selain itu, parpol menengah yang menjadi anggota koalisi parpol pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menilai keberadaan Sekretariat Gabungan (Setgab) tak berguna. Pasalnya, tidak pernah ada komunikasi serius untuk membahas masalah RUU Pemilu. ”Setgab selama ini tidak serius melakukan komunikasi terkait RUU Pemilu,” ujar Arwani Thomafi, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PPP.

Bukan hanya itu, tidak semua aspirasi parpol anggota Setgab terakomodasi. Untuk angka ambang batas parlemen, misalnya, pemerintah hanya mengakomodasi gagasan Partai Demokrat yang mengusulkan kenaikan dari 2,5 persen menjadi 4 persen. Begitu pula usulan pemerintah mengenai pengurangan alokasi kursi DPR dari 3-10 per daerah pemilihan (dapil) menjadi 3-6 kursi per dapil, sama dengan gagasan Partai Golkar. ”Jadi, ada kesan Partai Demokrat hanya akan berjuang bersama Partai Golkar untuk memaksakan beberapa pasal krusial dalam RUU ini,” kata Arwani.

Sementara itu, pemberlakuan ambang batas tinggi dikhawatirkan akan menutup peluang tumbuhnya parpol baru. Kondisi itu dianggap berbahaya karena, menurut Viva, sirkulasi kekuasaan akan sulit terjadi. Pemerintahan dan parlemen hanya akan dikuasai oleh parpol-parpol lama.

Lebih jauh Viva mengatakan, pemberlakuan ambang batas tinggi melanggar konstitusi karena akan menyebabkan tingkat disproporsionalitas bertambah tinggi.

Menurut Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto, Senin, konstitusi UUD 1945 pada Pasal 22E Ayat (3) menegaskan bahwa pemilu anggota DPR/DPRD menggunakan sistem pemilu proporsional. Berdasarkan simulasi hasil Pemilu 1999, 2004, dan 2009, ambang batas (parliamentary threshold) 2,5 persen sudah optimal. Jika ambang batas dinaikkan menjadi 3 persen atau lebih, hal itu akan meningkatkan indeks disproporsionalitas.

”Jika dinaikkan tidak membuat sistem kepartaian lebih sederhana, tetapi hanya menaikkan indeks disproporsionalitas,” ungkap Didik. Jika indeks disproporsionalitas naik akibat kenaikan ambang batas, akan naik pula suara yang terbuang. Jika kemudian hasil pemilu tidak proporsional, hal tersebut bisa dianggap melanggar ketentuan konstitusi. (DIK/NTA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

    [POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

    [POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

    Nasional
    Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

    Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

    Nasional
    SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

    SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

    Nasional
    PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

    PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

    Nasional
    Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

    Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

    Nasional
    Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

    Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

    Nasional
    162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

    162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

    Nasional
    34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

    34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

    Nasional
    KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

    KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

    Nasional
    TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

    TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

    Nasional
    Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

    Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

    Nasional
    PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

    PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

    Nasional
    Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

    Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com