Anak-anak dengan sandal jepit, seragam lusuh, dan mata dipenuhi kotoran mata adalah pemandangan umum di sekolah dasar di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Banyak anak harus berjalan kaki lebih dari 5 kilometer untuk mencapai sekolah.
Gemerlap Kuta, Sanur dan Nusa Dua padam di situ. Istilah ”padam” bukan hanya dalam arti metaforikal, melainkan memang begitulah kenyataannya. Menurut Camat Kubu Ketut Artasedana, dari 61 dusun di sembilan desa di Kecamatan Kubu, hanya sembilan dusun yang belum teraliri listrik.
Namun, dari semua dusun yang teraliri listrik, hanya sekitar 35 persen rumah yang berlistrik karena letaknya terpencar di tengah kebun. ”Rumah orangtua saya di Desa Ban juga begitu,” ujar Artasedana. ”Meteran listrik ditaruh di pinggir jalan, baru disambung dengan kabel kecil sejauh 500 meter ke rumah.”
Ketiadaan listrik hampir selalu berbanding lurus dengan ketiadaan sumber air bersih dan kekeringan. Seperti dijelaskan Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem I Nengah Sudarsa, sekitar 92 persen kawasan itu adalah daerah tandus.
Kehidupan di rumah-rumah berdinding pelepah daun lontar itu muram. Tak ada listrik, air bersih, serta lebih dari 80 persen penduduk tak punya sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Kabupaten Karangasem,
Ada kecenderungan menurunnya angka kemiskinan di sejumlah kabupaten/kota. Jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Karangasem turun dari 41.826 rumah tangga pada 2006 menjadi sekitar 33.000 rumah tangga tahun 2010. Jumlah penduduk sekitar 432.000 jiwa atau 102.000 keluarga.
Bahkan, ada yang menyangkal wilayahnya miskin. Di luar gambaran kehidupan Pak Sanan yang pendapatannya Rp 20.000 sebulan, Kepala Desa Sumberwringin, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Abd Rohman menyatakan, ”Saat ini ada 40 orang yang antre naik haji.”
Angka kemiskinan di Kabupaten Serang, Banten, juga turun dari 34,73 persen tahun 2009 menjadi 27,99 persen. Tak jelas batas kemiskinan yang digunakan.