Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Putusan Den Haag Kabar Baik

Kompas.com - 15/09/2011, 16:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Istana Kepresidenan RI memandang putusan Pengadilan Sipil Den Haag di Belanda, Rabu (14/9/2011), yang memerintahkan Pemerintah Belanda membayar ganti rugi kepada sembilan korban peristiwa Rawagede, yaitu pembantaian tentara Belanda semasa perang kemerdekaan RI pada 1947, adalah kabar baik.

Pengadilan sipil Belanda dianggap telah mengungkapkan kebenaran dan keadilan. "Itu kabar baik," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga kepada para wartawan di kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (15/9/2011).

Daniel mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum memiliki komentar langsung terkait putusan tersebut. "Tapi, mengikuti cara pandang Presiden SBY selama dua tahun terakhir ini, ia adalah orang yang percaya seluruh kejahatan kemanusiaan dan perang di masa lalu sekurang-kurangnya dapat diungkap kembali agar orang mendapat kebenaran dan syukur-syukur keadilan," katanya.

Daniel berharap, pengadilan di Indonesia pun pada saatnya nanti dapat menyelesaikan kasus-kasus di masa lalu.

Sebelumnya, secara terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah berharap, putusan ini dapat memuaskan rasa keadilan korban. Putusan tersebut juga diharapkan menjadi bahan yurisprudensi kasus-kasus lainnya, termasuk kasus Westerling di Sulawesi.

Pembantaian di Rawagede menginspirasi sajak Chairil Anwar, "Karawang-Bekasi". Tentara Belanda yang mencari pejuang kemerdekaan Lukas Kustario memasuki Desa Rawagede dan mengeksekusi penduduk laki-laki karena menolak memberi informasi mengenai kapten Kustario.

Perkiraan jumlah korban tewas dalam pembantaian tersebut bervariasi, mulai dari 150 orang hingga lebih dari 430 orang. Sebagian besar penduduk laki-laki desa Rawagede dieksekusi. Menurut saksi mata, para lelaki tersebut dijejerkan dan ditembak mati.

Pada 1947 Belanda memutuskan untuk tidak menyeret pelaku eksekusi massa ke pengadilan. Pada 2009 keluarga korban menggugat negara Belanda. Para janda menuntut pengakuan dan ganti rugi atas meninggalnya tulang punggung keluarga mereka.

Waktu itu, beberapa janda, dan korban selamat terakhir, Saih bin Sakam, khusus datang ke Belanda untuk proses ini. Sayangnya ia wafat 8 Mei 2011 dalam usia 88 tahun. Bagi Saih, pelaku pembunuhan massal tidak perlu lagi diseret ke pengadilan, permintaan maaf dan ganti rugi sudah cukup.

Ini pertama kalinya pengadilan memutuskan Pemerintah Belanda bersalah dalam peristiwa yang terjadi di sebuah wilayah di Jawa Barat, 64 tahun silam itu. "Keadilan telah ditegakkan. Ini artinya negara tak lagi bisa diam membisu selama 60 tahun, menunggu kasus ini hilang dengan sendirinya, atau menunggu para penuntut meninggal dunia," tutur pengacara para penuntut Liesbeth Zegveld.

Meski PBB telah mengecam peristiwa itu sebagai "serangan yang disengaja dan kejam", Pemerintah Belanda tak pernah menghukum satu prajurit pun yang terlibat dalam pembantaian itu. Laporan resmi Pemerintah Belanda tahun 1968 mengakui terjadinya "kekerasan yang berlebihan", tetapi berdalih bahwa tindakan itu dilakukan tentara Belanda untuk memadamkan perang gerilya dan serangan teror.

Belanda baru mengakui terjadinya pembantaian setelah sebuah film dokumenter tentang kejadian itu ditayangkan tahun 1995. Sepuluh tahun kemudian, Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot menyatakan menyesal atas sejumlah serangan oleh pasukan Belanda di beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 1947.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com