Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penuntasan Bermuara pada Sikap Presiden

Kompas.com - 19/08/2011, 16:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Muhammad Nazaruddin, tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games 2011, bahwa dirinya akan bungkam asal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi keluarganya, menggambarkan semacam barter politik. 

Lebih dari itu, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu seperti ingin mengesankan, penuntasan kasus korupsi yang diduga melibatkan jaringan elite politik itu sebenarnya bermuara pada sikap Presiden.  

Penilaian itu disampaikan Koordinator  Indonesia Crime Analyst Forum, Mustofa B Nahrawardaya, di Jakarta, Jumat (19/8/2011).

Dia menanggapi perkembangan terbaru proses hukum terhadap Muhammad Nazaruddin sepulang dari Kolombia. Dalam pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis lalu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu memilih diam sambil meminta presiden untuk menyelamatkan anak dan istrinya.  

Sebagaimana diberitakan, Nazaruddin meminta presiden untuk tidak mengganggu anak dan istrinya. Dia berjanji untuk tidak berbicara apa-apa lagi, bahkan melupakan semuanya.

"Saya mengaku salah. Jika perlu saya enggak usah disidik, tapi langsung divonis saja, ditahan saja, enggak masalah," katanya.  

Bagi Mustofa B Nahrawardaya, permintaan Nazaruddin agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi keluarganya itu, mencerminkan pengetahuannya bahwa kunci persoalan bermuara pada Presiden.

Dia paham betul, seluruh kader Partai Demokrat  dan para pendukung Presiden terus memperkuat lingkaran pengamanan bagi Presiden. Itu untuk membentengi dugaan keterlibatan orang-orang dekat presiden dalam proyek wisma atlet.  

"Bungkamnya Nazaruddin bukan karena hasil cuci otak. Itu lebih menggambarkan kesadaran, bahwa dirinya kalah siasat dengan elite politik yang ingin menyelamatkan citra presiden dan keluarganya. Apalagi, dia juga sangat mengkhawatirkan keselamatan keluarganya yang sekarang tidak diketahui nasib dan keberadaannya. Mungkin saja keluarga Nazaruddin dijadikan semacam sandera untuk menjamin dirinya bungkam," katanya.  

Mustafa berharap, KPK tetap memeriksa nama-nama yang pernah disebut Nazaruddin, meski  dia tetap bungkam. Soalnya, barang buktilah yang lebih penting dalam proses hukum. Sayangnya, barang bukti yang ada juga sangat minim. Bisa juga didalami keterangan Wafid Muharram beserta barangbuktinya.  

"Semuanya tergantung niat KPK maupun penegak hukum lain untuk membongkar kasus ini," katanya.  

Dalam situasi seperti ini, semua elemen masyarakat seyogyanya  bahu-membahu untuk mendesak penuntsan kasus ini. Untuk itu, diperlukan dukungan organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan  kelompok antimafia hukum.

"Masyarakat harus terus menjadi kontrol sosial atas proses hukum ini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com