JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat dinilai terjebak dalam "spiral kebohongan". Bermula dari kebohongan kecil, berputar menjadi kebohongan besar, dan terus membesar.
Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) M Fadjroel Rachman, Kamis (11/8/2011), menilai, belitan "spiral kebohongan" itu dapat dicek dari pernyataan para elite Partai Demokrat yang saling silang-sengkarut.
"Hingga soal pemecatan (bekas Bendahara Umum Partai Demokrat) M Nazaruddin dari DPR. Itu namanya 'spiral kebohongan', tidak akan berhenti tampaknya," sebut Fadjroel.
Kasus-kasus yang melibatkan Nazaruddin ibarat "bom atom" bagi Partai Demokrat. Dampak ledakannya bisa sampai ke Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro Yudhoyono, dan bahkan bisa ke elite yang lebih tinggi lagi. "Untuk menahannya, mereka membangun 'spiral kebohongan' itu," sebut Fadjroel.
Fadjroel pernah bernazar menggunduli rambutnya jika Nazaruddin kembali ke Indonesia, dipecat dari Partai Demokrat, dan diberhentikan dari DPR.
Namun informasi yang diperoleh Fadjroel dari Sekretariat Jenderal DPR, Partai Demokrat belum mengirim surat permohonan ke DPR untuk mengganti Nazaruddin meski telah mengumumkan memecat tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games itu sejak 25 Juli 2011. "Jadi Nazaruddin masih anggota DPR, makan uang pajak kita," sebut Fadjroel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.