Bima, Kompas
”Saya menduga sebagian besar pemimpin pondok pesantren (ponpes) ini telah meninggalkan Bima,” kata Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Bima Ajun Komisaris Besar Fauza Barito, Kamis (14/7).
Pada perkembangan lain, dalam penggeledahan terhadap ponpes yang berlokasi di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, itu, polisi menemukan dokumen berisi rencana penyerangan ke sebuah kantor polisi. Polisi juga menemukan 26 bom molotov, 20 bilah pedang, dan 150 anak panah.
Di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Negara RI Brigjen (Pol) Ketut Untung Yoga Ana menjelaskan, polisi juga menyita dua CPU, satu pucuk senapan angin, satu bilah golok, kapak, printer, telepon seluler, dan satu peti berisi Al Quran. Selain itu, ditemukan satu rompi seragam laskar Jamaah Anshorut Tauhid, puluhan VCD bertema jihad, dan beberapa bahan untuk merakit bom.
Dalam dokumen berupa buku catatan kecil itu, disebutkan mereka akan menyerang kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Mada Pangga di Bima, lengkap dengan denah kantor polsek berikut daftar petugas jaga.
Dokumen tersebut ditemukan di kamar pengurus ponpes, Suryanto Abdullah alias Adnan Firdaus, yang tewas setelah terkena ledakan bom, Senin lalu.
”Baru ini yang kami temukan. Kemungkinan ada target lainnya, kami masih cari,” kata Fauza. Belum bisa dipastikan apakah ada kaitan antara rencana penyerangan itu dan peristiwa bom Cirebon beberapa waktu lalu.
Untung Yoga Ana juga memastikan bahwa Abrori bersama para santri dan pimpinan ponpes telah meninggalkan Bima. Oleh karena itu, pihaknya meminta bantuan kepolisian di daerah lain untuk membantu mencari mereka.
Berkaitan dengan kasus ledakan bom di Ponpes Umar Bin Khattab itu, yang kemudian berlanjut dengan penghadangan terhadap polisi yang akan memeriksa pondok tersebut, polisi menangkap 13 orang.