Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Pola Mafia Peradilan (1)

Kompas.com - 05/06/2011, 18:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penangkapan terhadap hakim Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat Syarifuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi  ditengarai merupakan bagian dari mafia peradilan, yang terjadi di negeri ini.

Di dalam riset Indonesia Corruption Watch (ICW) ditemukan bahwa pola mafia peradilan terjadi  dari tingkat pertama, banding, hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).

"Apakah penangkapan hakim S adalah persoalan oknum atau individu? Nyatanya ada kasus hakim Ibrahim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kasus hakim Asnun dalam perkara Gayus Tambunan, hakim kasus Jamsostek. ICW menemukan adanya pola-pola mafia peradilan tingkat pertama dan banding," ujar peneliti ICW, Febri Diansyah, Minggu (5/6/2011), di kantor ICW, Jakarta.

Ia menjelaskan, di dalam tahap mendaftarkan perkara, pola terjadi yakni permintaan uang jasa. "Uang itu ditujukan agar perkara mendapatkan nomor perkara awal, jadi panitera harus diberikan uang pelicin," ungkap Febri.

Di dalam tahap persidangan, lanjutnya, pola mafia peradilan yang dilakukan yakni dengan penentuan majelis hakim favorit.  Febri mengungkapkan, perkara "basah" biasanya akan ditangani oleh ketua pengadilan negeri (PN) sebagai ketua majelis hakim.

Selanjutnya, panitera diminta menghubungi hakim tertentu yang bisa diajak kerja sama. Pengacara langsung bertemu dengan ketua PN untuk menentukan majelis hakim.

Pada tahap ketiga yakni putusan, pola mafia peradilan yang dilakukan adalah dengan menegosiasi putusan. "Vonis dapat diatur melalui jaksa dalam sistem paket atau langsung ke hakim," tutur Febri.

Lalu, hakim meminta uang kepada terdakwa dengan imbalan akan meringankan vonis. Modus yang dilakukan juga dengan menunda putusan sebagai isyarat agar terdakwa menghubungi hakim.

"Rekayasa seluruh proses persidangan dalam sidang maraton semua unsur disiapkan," ucapnya. Febri mengatakan, hakim pun tak malu untuk meminta "uang capek" kepada terdakwa jika kedudukan hukum terdakwa kuat.

Negosiasi lain yang diambil adalah terdakwa tidak perlu hadir saat pembacaan putusan karena semua sudah diurus pengacara.

Dalam hal ini, uang lagi-lagi berbicara. "Saat membuat putusan, hakim juga bisa melanggar batasan hukum minimal yang diatur undang-undang," ujar Febri.

Selain itu, di dalam proses peradilan banding, pola mafia peradilan terjadi saat menegosiasikan putusan. "Mereka bisa langsung menghubungi hakim untuk memengaruhi putusan," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com