LONDON, KOMPAS.com - Amnesty International meminta Pemerintah Indonesia menghentikan penggunaan cambuk sebagai bentuk hukuman sebagaimana yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut Amnesty, hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998.
Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangan pers, Minggu (22/5/2011), menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal agar selaras dengan standar hak asasi manusia internasional dan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam undang-undang domestik.
"Proses desentralisasi dan otonomi regional Indonesia seharusnya mengenai pemberdayaan masyarakat lokal, dan selayaknya tidak mengorbankan hak asasi manusia mereka," ungkap Zarifi.
Hukum cambuk menjadi bagian dari hukum lokal masyarakat Aceh setelah parlemen Aceh meloloskan Qanun Hukum Jinayat pada tahun 2009. Dalam Qanun itu juga berlaku hukuman rajam batu hingga mati untuk zinah dan 100 kali cambuk bagi homoseksualitas. Namun, belum seluruh ketentuan Qanun ini diimplementasikan karena derasnya kritik di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Pemberlakukan hukum lokal ini merupakan bagian dari pemberian otonomi khusus kepada Aceh melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Hukum cambuk dikenakan untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari di bulan Ramadhan.
Menurut Zarifi, kasus hukum cambuk meningkat signifikan di tahun ini. Pada 2010 tercatat, terdapat 16 kasus hukum cambuk. Sementara, sampai dengan 21 Mei 2011, setidaknya sudah 21 orang dicambuk di depan umum. "Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakitbatkan cedera jangka panjang atau permanen," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.