Menurut Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI-P Tubagus Hasanuddin, Kamis (5/5), hampir 10 tahun CIA bekerja keras dan mempertaruhkan nyawa untuk memburu Osama dengan mengumpulkan satu per satu informasi berharga.
Begitu dipastikan target ”terkunci” dan diketahui keberadaannya, CIA tetap berkoordinasi dan menyerahkan proses eksekusi ke instansi berwenang, dalam hal ini, Navy SEALs. ”Demi kepentingan bangsa dan negara mereka, semua pihak di sana tidak mengenal ego sektoral, melainkan cukup saling bekerja sama,” ujar Hasanuddin.
Hasanuddin mengkritik pernyataan sebagian kalangan yang menilai keberhasilan pemberantasan terorisme tergantung pada keberadaan perundang-undangan tentang intelijen. UU intelijen yang dimaksud adalah pasal yang memberi kewenangan terhadap aparat intelijen untuk bisa turut menangkap dan menahan setiap orang yang dicurigai terlibat jaringan terorisme seperti pada masa lalu.
Menurut dia, akan jauh lebih baik jika aturan UU itu hanya sebagai pendorong dan memperkuat intelijen sehingga mampu meningkatkan kemampuan bekerja sama secara solid dengan aparat terkait lain.
Tidak hanya itu, Hasanuddin juga memuji sosok kepemimpinan Presiden Obama. Dia dinilai tegas memutuskan kebijakan
Bahkan, seperti diwartakan, Presiden Obama juga tidak
”Jangan seperti sekarang. Pemerintah gembar-gembor ingin mengeliminasi ancaman radikalisme. Pada kenyataannya pernyataan pemerintah justru tidak dianggap oleh masyarakat. Bagaimana tidak, saat ada ormas terang-terangan bersimpati kepada Osama, pemerintah lewat aparat keamanan kan terkesan ragu. Akhirnya masyarakat makin apatis. Padahal, rakyat seharusnya bisa menjadi mata dan telinga aparat dalam memberantas radikalisme,” kata Hasanuddin.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Arsyaad Mbai menegaskan, kematian Osama tidak secara otomatis menghentikan ancaman terorisme di Indonesia. Apalagi, diketahui, tidak semua jaringan teroris secara langsung punya kaitan dengan Al Qaeda. Namun, mereka tetap punya kemampuan untuk melancarkan aksi serangan teror.