Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Mana Harta Bahasyim?

Kompas.com - 04/02/2011, 11:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis majelis hakim terhadap terdakwa Bahasyim Assifie meninggalkan tanda tanya besar, dari mana harta sebesar Rp 60,9 miliar dan 681.147 dollar AS milik Bahasyim. Hakim menyakini harta itu hasil dari tindak pidana selama bekerja di Direktorat Jenderal Pajak.

Dari harta yang tersimpan di rekening atas nama istri dan dua putri Bahasyim itu, penyidik Polri hanya dapat membuktikan adanya korupsi senilai Rp 1 miliar. Hakim menilai Bahasyim terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar dari pengusaha Kartini Mulyadi saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh tahun 2005 .

Selama persidangan, tak terungkap siapa saja yang mengalirkan dana ke 10 rekening di Bank BCA dan BNI milik Bahasyim sejak tahun 2004 hingga 2010. Tak terungkap pula dari mana saja setoran tunai hingga miliaran rupiah yang dilakukan Bahasyim.

Bahasyim mengklaim hartanya itu berasal dari berbagai bisnis, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, Bahasyim tak mampu menunjukkan bukti-bukti bisnisnya saat proses pembuktian terbalik di pengadilan. Hakim tak mengakui dokumen-dokumen milik Bahasyim lantaran hanya menunjukkan nilai keuntungan usaha. Menurut hakim, dokumen itu dibuat sepihak dan tidak didukung dokumen lain seperti lazimnya orang berbisnis.

Lidik ulang

Firdaus Ilyas, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar dilakukan penyelidikan ulang terhadap kasus Bahasyim. Penyelidikan dapat dilakukan oleh tim investigasi gabungan dari KPK, PPATK, Polri, dan Kejaksaan yang tengah menyelidiki kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan.

"Itu harus ditelaah kembali bersama-sama. Kepolisian dan kejaksaan belum berhasil membongkar sumber dana yang masuk ke rekening milik Bahasyim. Di pengadilan, aliran dananya juga tidak dibuka semua," ucap Firdaus ketika dihubungi Kompas.com, Jumat ( 4/2/2011 ).

Dikatakan Firdaus, pengungkapan sumber dana penting lantaran terdapat celah besar kebocoran keuangan negara di keberatan dan banding. "Nilai kasus dalam keberatan dan banding antara Rp 16 triliun sampai Rp 17 triliun pertahun. Negara bisa saja kehilangan antara Rp 10 triliun sampai Rp 13 triliun pertahun karena pola-pola permainan seperti Bahasyim dan Gayus," jelas dia.

"Bahasyim mewakili otoritas di keberatan dan banding sedangkan Gayus bagian dari operator lapangan. Kalau kita lihat statistik, keberatan dan banding yang dikabulkan rata-rata sekitar 80 persen. Jadi, buka kembali data-data pajak di Ditjen Pajak. Pajak PT SAT (Surya Alam Tunggal) aja bisa dibuka," terang Firdaus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com