M Zaid Wahyudi
Banyak daerah terpencil di Indonesia yang memiliki landasan pacu pesawat terbang sangat pendek. Lokasi daerah yang berada di punggung gunung, seperti Papua atau pulau-pulau kecil yang sempit, membuat sulit dibangun landasan pacu yang panjang. Bahkan, akibat kendala geografis itu, banyak daerah yang masih sulit dijangkau dengan menggunakan pesawat-pesawat perintis sekalipun.
Saat ini terdapat 72 persen atau 715 bandar udara dan lapangan terbang di Indonesia yang panjang landas pacunya kurang dari 800 meter. Sebanyak 70 persen atau 60 pesawat perintis dengan kapasitas 9-20 penumpang sudah berumur di atas 20 tahun.
Penerbangan perintis itu menghubungkan 89 bandar udara atau lapangan terbang yang ada di 14 provinsi dan melayani 118 rute penerbangan. Setiap tahun, subsidi negara untuk menutupi biaya operasional penerbangan perintis itu mencapai
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Azis Iskandar di Jakarta, Selasa (28/12), mengatakan, kebutuhan pesawat berkapasitas 9-20 penumpang di Indonesia saja hingga 20 tahun mendatang mencapai 97 unit untuk penerbangan sipil dan 105 pesawat untuk keperluan khusus.
Menjawab kebutuhan akan pesawat kecil yang bisa menyesuaikan dengan berbagai keterbatasan kondisi geografis yang ada, PT Dirgantara Indonesia (DI) mengembangkan pesawat N219 berkapasitas 19 penumpang. Pesawat ini dirancang sesederhana mungkin, tetapi tidak mengurangi aspek keselamatan penerbangan.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso menyatakan, jika pesawat N219 ini nanti terwujud, akan menjadi pesawat tercanggih di kelasnya. Desain pesawat sejenis rata-rata dibuat pada 1950-an.
Pesawat ini akan menggunakan teknologi era 2000-an. Beberapa kecanggihan yang ada dalam pesawat ini, antara lain, menggunakan desain dan analisis aerodinamik hasil penelitian terbaru, desain pesawat seluruhnya menggunakan komputer, serta penggunaan bahan rangka pesawat yang ringan tetapi tetap kuat.