Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUUK Yogyakarta Jangan Dimaknai Sempit

Kompas.com - 29/11/2010, 21:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak boleh hanya dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah belaka.

Akan tetapi, hal itu juga harus melihat filosofi utamanya, yaitu negara mengakomodasi prinsip keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ke dalam sisi kewenangan yang luas dan kewenangan khusus, kelembagaan pemerintahan daerah yang menghargai warisan tradisi, keuangan daerah, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, serta kehidupan demokrasi lokal.

Terkait dengan hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta, masih belum menetapkan peranan Sultan Yogyakarta sebagai kepala daerah atau Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau tetap sebagai Sultan Yogyakarta.

Hal itu diungkapkan Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai saat dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (29/11/2010). "Ada beberapa pilihan yang hingga kini masih dikaji di Kementerian Dalam Negeri, selain menetapkan Sultan sebagai kepala daerah atau gubernur atau tetap sebagai Sultan Yogyakarta saja. Presiden Yudhoyono belum memutuskan," ujar Velix.

Menurut Velix, prinsip yang dipegang Presiden Yudhoyono adalah mewujudkan format dan konstruksi kelembagaan daerah yang arif guna menggabungkan warisan tradisi Keraton dengan sistem demokrasi yang telah berkembang selama satu dekade di era reformasi ini. "Karena itu, tidak ada maksud untuk membenturkan konteks sejarah dan tradisi dengan sistem demokrasi dan hukum," tambah Velix.

Bagi pemerintah, lanjut Velix, hadirnya RUUK DIY merupakan wujud nyata negara untuk mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Negara juga menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, adat, beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Nasional
    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Nasional
    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

    Nasional
    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Nasional
    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Nasional
    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Nasional
    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

    Nasional
    'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    Nasional
    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Nasional
    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Nasional
    Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

    Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

    Nasional
    Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

    Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com