JAKARTA, KOMPAS.com — Prestasi Komjen Timur Pradopo dinilai biasa-biasa saja, mulai dari lulus Akpol pada tahun 1978 sampai terakhir berkarier sebagai Kapolda Metro Jaya, sebelum diangkat sebagai Kepala Bagian Pemeliharaan Keamanan Mabes Polri. Penilaian Indonesia Police Watch (IPW) ini bisa menjadi alasan keterkejutan publik terhadap pengajuan nama Timur Pradopo sebagai calon Kapolri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai terlalu dipaksakan.
"Tapi sepertinya sejak awal SBY memang inginkan Timur. Timur adalah teman dia bersama-sama ketika bertugas di Bosnia sebagai pasukan perdamaian. Ini faktor kedekatan personal," ungkap Koordinator IPW Neta S Pane di Hotel Millenium, Selasa (5/10/2010).
Sayangnya, lanjut Neta, SBY terlalu lamban mengeluarkan nama Timur Pradopo untuk dilempar ke publik. Sementara nama Komjen Imam Sudjarwo dan Komjen Nanan Soekarna belum sempat ditarik.
Menurut Neta, SBY terlalu lamban bertindak. "Dari informasi yang diterima IPW, Timur sebenarnya sudah dipersiapkan oleh SBY, tapi sayangnya dia ragu dan ini jadi berlarut-larut. Di saat terakhir, dia paksakan supaya nama Timur masuk dan paksakan kehendaknya sehingga tampaknya Timur begitu tiba-tiba," tambahnya.
Karena cenderung ragu, Neta menilai SBY memainkan politik tingkat tinggi dengan memaksakan nama Timur. Sementara itu, prestasi Timur juga dinilai tak luar biasa.
Bahkan sejumlah catatan hitam juga melekat pada Timur, antara lain, belum tuntasnya kasus pelanggaran HAM berat dalam penembakan mahasiswa Trisakti ketika Timur menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat, kasus tewasnya pengusaha yang diduga terbunuh ketika Timur menjabat sebagai Kapolda Jabar, hingga kasus ledakan bom di kantor Tempo, penganiayaan aktivis ICW, kasus HKBP Ciketing, dan aksi premanisme di Ampera ketika terakhir menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
"Ini menunjukkan, Timur tidak mampu deteksi dini apa yang terjadi di Jakarta. Bagaimana mau tangani Polri, kalau Jakarta saja tidak mampu," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.