KOMPAS.com - "Shalatullah salamullah..." Lantunan shalawat Nabi yang dikumandangkan kencang oleh peserta Muktamar Ke-32 Nahdlatul Ulama terdengar menggema di arena pembukaan muktamar di Celebes Convention Centre di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (23/3/2010) siang. Lantunan shalawat itu seperti air yang menyejukkan saat sempat terjadi adu tegang antara petugas dan peserta yang hendak menerobos masuk ke arena pembukaan muktamar.
Kala itu, sekitar dua jam sebelum acara digelar, ruangan tempat pembukaan muktamar penuh. Seluruh kursi terisi. Petugas pun mengarahkan peserta tak memaksakan diri untuk masuk. Namun, banyak muktamirin (peserta muktamar) yang merasa diundang bertahan, tak beranjak dari antrean di muka pintu yang sudah tertutup.
"Kami dapat undangan, masak tidak boleh masuk. Kasihan ulama yang sepuh-sepuh," ujar seseorang di tengah kerumunan seraya mendorong tubuhnya agar bisa masuk ruangan.
Dalam sekejap, lantunan shalawat itu ibarat komando yang membuat peserta merangsek. Petugas pun tidak mampu lagi membendung. Alhasil, peserta langsung berdesak-desakan agar bisa cepat masuk ke arena pembukaan muktamar. Alat pendeteksi logam (metal detector) yang semula digunakan tak lagi berarti. Alat itu dipinggirkan.
Pemandangan hari itu memang berbeda. Biasanya, setiap acara resmi yang dihadiri presiden atau wakil presiden standar pengamanan yang diterapkan Pasukan Pengamanan Presiden selalu ketat. Bukan hanya pemeriksaan memakai pendeteksi logam, melainkan juga sampai cara berbusana pun harus rapi dan formal. Akan tetapi, itu semua seperti tidak berlaku pada pembukaan Muktamar Ke-32 NU.
Jika biasanya peserta acara resmi dilarang memakai celana jins dan harus memakai sepatu, muktamirin seperti mendapat keleluasaan. Mereka boleh datang bersarung dan memakai sandal. Gaya sarungan atau bersandal boleh jadi merupakan ciri khas warga nahdliyin.
Pada pembukaan Muktamar NU, menerapkan standar pemeriksaan sangat ketat sepertinya tak mudah dilakukan. Muktamirin yang hadir jumlahnya ribuan orang, baik laki-laki maupun perempuan, muda ataupun sepuh. Bahkan, dua jam sebelum dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pukul 13.00, lokasi itu sudah dipenuhi muktamirin. Sejumlah pintu tak mampu menampung peserta yang ingin masuk ke dalam ruangan. Akibatnya, terjadi antrean di setiap pintu masuk. Petugas segera menutup pintu begitu ruangan penuh.
Tetap sabar
Walau banyak kemudahan yang diterima peserta muktamar, mereka juga harus dihadapkan banyak kerumitan, mulai dari arus lalu lintas di sekitar lokasi, banyaknya peserta yang tak mendapat kursi, hingga koordinasi peserta yang terkesan kacau. Banyak peserta muktamar kebingungan dari pintu mana mereka harus masuk.
Maklum, tamu yang harus diurus mencapai lebih dari 4.000 orang dengan melibatkan banyak tokoh dan pejabat, mulai dari Presiden, menteri, anggota DPR, tokoh partai politik, sampai ulama. Selain itu, hadir pula duta besar dari belasan negara, puluhan mufti dari sejumlah negara, hingga warga awam.
Di dalam ruangan pertemuan, udara terasa pengap dan panas, tetapi itu tidak membuat mereka hengkang dari kursinya. Meski jenuh karena lama menunggu, mereka tetap sabar menanti dimulainya perhelatan akbar NU lima tahun sekali itu.