Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KH Hasyim Muzadi: Ini Pertaruhan

Kompas.com - 21/03/2010, 02:45 WIB

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi sudah berada di Makassar, Sulawesi Selatan, sejak 18 Maret 2010. Keputusannya datang lebih awal untuk memantau persiapan yang dilakukan panitia lokal Muktamar Ke-32 NU yang akan berlangsung di Asrama Haji Sudiang, Makassar, 23-28 Maret 2010.

Bagaimana pandangan Hasyim terhadap pelaksanaan muktamar yang pertama kalinya dilaksanakan di kawasan Indonesia timur ini? Apa makna penting muktamar kali ini yang kembali terdengar desakan agar NU kembali ke Khittah 1926 dan menjauhi politik? Berikut petikan wawancara Kompas yang dilakukan di kediaman anggota DPRD Sulawesi Selatan, Anwar Sadat, di Makassar, Jumat (19/3) tengah malam.

Mengapa memilih Makassar sebagai tuan rumah pelaksanaan Muktamar Ke-32 NU?

Pemilihan Makassar dibutuhkan untuk mengembangkan NU di kawasan Indonesia timur. Penduduk di kawasan ini secara ibadah mayoritas kaum nahdliyin. Namun, mereka belum menghayati NU sebagai Islam yang nasionalis dan moderat. Saya berharap kelompok masyarakat di Makassar memahami persoalan hubungan lintas agama maupun tata hubungan agama dan negara.

Menurut Anda, pada muktamar kali ini, apakah ada hal yang berbeda dibanding pelaksanaan sebelumnya?

Muktamar kali ini adalah muktamar pertaruhan. Perubahan komprehensif dalam cara berpikir dan bertindak menjadi tantangan apakah regenerasi di tubuh NU berhasil atau tidak. Kalau regenerasi berjalan dengan baik, NU telah melakukan sesuatu yang besar bagi bangsa. Penguatan NU pada hakikatnya merupakan penguatan Indonesia karena nilai dasar, strategis, dan operasional NU-lah yang menjamin utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. NU juga membawa ide religius nasional ke dunia internasional dan ternyata laku dijual. Buktinya perwakilan dari 50 negara Islam akan datang pada muktamar kali ini.

Banyaknya calon pengganti Anda apakah menjadi salah satu ukuran keberhasilan regenerasi dalam tubuh NU? Apa harapan Anda terhadap calon pemimpin baru NU nanti?

Munculnya banyak tokoh sebagai calon pengganti saya boleh dibilang menjadi salah satu ukuran bahwa proses regenerasi dalam tubuh NU berjalan. Hal itu juga menunjukkan banyak orang pintar dan berani. Sudah saatnya generasi muda mendapat kesempatan memimpin NU. Namun, saya berharap ketua terpilih nanti merupakan sosok yang memiliki kemampuan manajerial. Selain mampu berkoordinasi dengan baik, ketua PBNU harus mampu memperkuat sistem yang produktif di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan hukum, dan usaha kecil dan menengah.

Lantas bagaimana tanggapan Anda mengenai kesan keterlibatan NU dalam politik praktis?

Ada dua hal yang perlu dipahami soal kesan NU terlibat dalam politik praktis, yakni kemauan orang lain terhadap NU di bidang politik dan aturan politik di NU. Dengan komunitas mencapai puluhan juta, tentu saja NU potensial sebagai sasaran politik berbagai pihak. Namun, banyak juga orang yang tak suka NU berpolitik. Biasanya seruan agar NU tak berpolitik justru datang dari politisi. Di sisi lain, NU memiliki aturan soal berpolitik. Kepemimpinan NU tidak boleh dirangkap dengan jabatan politis, tetapi saya tak berhak mencegah hak orang berpolitik. Aturan berpolitik dalam NU terus berkembang. Dulu waktu saya mencalonkan sebagai wakil presiden, saya hanya nonaktif sebagai ketua PBNU. Namun, pada Muktamar Ke-31 NU anggota wajib berhenti sebagai pimpinan di NU jika memilih jabatan sebagai kepala daerah. Dalam muktamar kali ini aturan akan diperketat bahwa badan-badan otonom tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat publik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com