Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teroris Tidak Ada di Pondok Pesantren di Aceh

Kompas.com - 06/03/2010, 19:32 WIB

ACEH BESAR, KOMPAS.com — Salah seorang ulama di Aceh Besar, Tgk M Luthfi, menyatakan, tidak ada dayah atau pondok pesantren di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terkait dengan jaringan terorisme.

”Tidak ada teroris di dayah di Aceh. Islam tidak membenarkan kekacauan dan kekerasan,” ujarnya di sela-sela pembukaan musabaqah cerdas cermat dan muhadharah serta fahmul qutub se-Aceh di Aceh Besar, Sabtu (6/3/2010).

Hal itu disampaikan pimpinan Dayah Ruhul Fata, Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar, yang dihadiri Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar dan unsur Muspida Aceh Besar, termasuk dari Polri dan TNI setempat.

Kecamatan Seulimeum, sekitar 50 kilometer sebelah timur Kota Banda Aceh, merupakan salah satu wilayah yang menjadi target operasi kepolisian yang sedang mencari kelompok bersenjata terkait jaringan teroris.

Wagub Muhammad Nazar mengatakan, Islam adalah agama Rahmatan Lilalamin yang memberi manfaat dan menghilangkan mudarat bagi umat manusia.

Karena itu, dia menyatakan, Islam tidak menoleransi kekerasan, baik ideologi maupun dalam bentuk apa pun yang membawa nama agama.

”Karena itu, saya minta warga dayah, khususnya di seluruh Aceh, apakah ulama ataupun santrinya agar lebih sering melakukan program-program pengabdian sosial agama guna memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang Islam yang sebenarnya,” katanya.

Selain itu, Wagub juga berharap agar dayah mampu menciptakan peradaban Islami, menjadi kontrol sosial dalam pembangunan serta memperkuat perdamaian yang telah terjalin pascakonflik di Aceh.

Konflik bersenjata puluhan tahun di Aceh yang menelan korban ribuan jiwa berakhir setelah adanya nota kesepahaman bersama antara Pemerintah RI dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

”Jangan biarkan ada orang mengusik Aceh yang sedang damai dan membangun. Karena itu, peran ulama dan dayah harus kita perkuat dalam kehidupan pembangunan di Aceh,” ujar Muhammad Nazar.

Pemerintah Aceh, katanya, memperlakukan dayah sebagai lembaga pendidikan resmi yang harus dibina. Namun, syarat-syaratnya tetap distandarkan, termasuk kurikulum, manajemen, guru, dan jumlah murid atau santri.

”Hal itu bertujuan agar dayah benar-benar kuat serta berperan dalam pembangunan di provinsi ujung paling barat Indonesia itu,” kata Muhammad Nazar.

Bahkan, dayah harus difasilitasi untuk memiliki dana tetap, selain bantuan Pemerintah Aceh, misalnya lembaga pendidikan Islam itu harus memiliki lahan pertanian, perikanan, dan koperasi yang dikelola secara profesional.

”Bagi hasil dari keuntungan itu tetap untuk dayah sehingga lembaga pendidikan agama tersebut dapat terus beroperasi guna pembinaan kepada umat,” kata Wagub Muhammad Nazar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com