Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KB Tidak Jadi Prioritas Daerah

Kompas.com - 03/12/2009, 19:12 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com -Program keluarga berencana kini cenderung tidak lagi menjadi prioritas di daerah. Hal ini sangat berbeda dengan puluhan tahun lalu. Kondisi ini menyulitkan upaya menekan pertambahan jumlah penduduk.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Sugiri Syarief dalam ujian promosi doktor di Gedung Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Kamis (3/12).

Menurutnya, desentralisasi pemerintahan yang terjadi saat ini menyulitkan program KB. "Sekarang ini, banyak kota atau kabupaten tidak membentuk kelembagaan yang menangani program KB. Kebijakan KB bergantung dari bagaimana wali kota atau bupatinya," ucapnya.

Dari 471 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 65 persen diantaranya yang telah memiliki badan yang mengurusi KB. Padahal, pembentukan badan KB ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007. "Kalau program KB ingin lebih berhasil, organisasinya harus sentralistik. Yang jadi masalah, ini memang menentang arus," tutur doktor bidang sosial yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan ini.

Ia menjelaskan, program KB di masa reformasi ini tidak semasif di zaman orde baru dahulu. Salah satu kendala yang lainnya, selain desentralisasi pemerintahan, adalah makin tingginya kesadaran politik atas hak asasi manusia (HAM). "Hak bereproduksi adalah bagian dari HAM seseorang. Kita tidak bisa melarang-larang orang untuk ini. Makanya, slogan baru kita di program KB saat ini adalah Dua anak lebih baik. Bukan lagi dua anak cukup. Karena reproduksi tidak lagi bisa dibatas-batasi," ungkapnya kemudian.

Lebih jauh ia menjelaskan, dewasa ini, mulai terjadi kecenderungan baru yang mengejutkan bahwa kelompok keluarga yang sangat mapan justru cenderung menginginkan anak lebih banyak. Meskipun, secara umum, tingkat fertilitas tinggi masih didominasi kelompok masyarakat kurang mampu. Ini bisa terjadi sebab bagi kelompok ini anak masih dianggap sebagai aset dan komoditas.

Prof Djadja Saefulloh, Ketua Tim Promotor, mengatakan, program KB saat ini belum terintegrasi dengan pembangunan di Indonesia. Model pembangunan di Indonesia masih parsial atau terkotak-kotak. "Pembangunan ekonomi ya ekonomi saja, begitu juga hukum dan sosial. Padahal, tujuan pembangunan itu ya semestinya untuk manusia Indonesia," tuturnya.

Hadir sebagai penguji lainnya antara lain Asep Kartiwa (Dekan Fisip Unpad), Haryo Martodirjo, dan Oekan Abdullah. Adapun disertasi yang disampaikan Syarief berjudul Pengaruh Implementasi Kebijakan KB Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com