Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambalat, Cermin Lemahnya Perhatian Pusat

Kompas.com - 04/06/2009, 10:48 WIB

SAMARINDA, KOMPAS.com — Salah satu akar masalah sehingga kasus Blok Ambalat mencuat lagi adalah cerminan tentang kelemahan pemerintah pusat dalam membangun perbatasan sehingga pihak luar memandang sebelah mata kawasan itu karena mengganggapnya sebagai  "wilayah tak bertuan".
     
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Kaltim Herlan Agussalim dan pengamat perbatasan, Prof Sarosa Hamongpranoto, di Samarinda, Kamis. "Kaltim sudah sejak lama mendesak pemerintah pusat segera mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan. Namun, selama ini terkesan sikap pusat hanya sebagai pemanis bibir saja, tidak pernah dengan serius membangun kawasan itu," katanya.
     
Ia menilai bahwa apabila pembangunan kawasan perbatasan di utara Kaltim itu berjalan baik, maka berbagai infrastruktur akan tersedia pula sehingga memperlancar sistem pengawasan serta membuat negara lain akan segan berbuat macam-macam.
     
Pemerintah Pusat berulang kali menyatakan bahwa kawasan perbatasan adalah beranda negara, namun tidak ada upaya nyata untuk mempercepat pembangunan di kawasan itu sehingga kawasan itu seperti tidak ada pemiliknya.
     
Contoh nyata tentang sikap pusat tersebut tercermin dari alokasi dana untuk membangun infrastruktur di kawasan perbatasan. Misalnya, ketika Kaltim mengajukan sekian triliun rupiah untuk membangun kawasan perbatasan, yang disetujui kadang-kadang tidak sampai 10 persen.
      
"Jika pembangunan sudah berjalan baik di kawasan perbatasan, maka dengan sendirinya akan memperkuat sistem pertahanan karena di sana pasti jumlah penduduknya bertambah," kata dia.
       
Sebelumnya, pengamat perbatasan dari Universitas Mulawarman Samarinda, Prof Sarosa Hamongpronoto menilai pembentukan Provinsi Kaltara --terpisah dari Provinsi Kaltim-- akan bisa mengatasi berbagai masalah di kawasan perbatasan, terutama untuk mempercepat pembangunan di kawasan itu.
       
"Hal itu sejalan dengan semangat pemekaran wilayah itu yang bertujuan mendekatkan pembangunan dan birokrasi kepada rakyat," kata mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul Samarinda itu.
       
Selain itu, menurut dia, dengan terbentuk Kaltara maka berbagai lembaga setingkat provinsi  akan berdiri, misalnya Polda, Korem, Kejati dan Kantor Bea dan Cukai serta berbagai lembaga pengawasan lain. Bahkan, katanya dengan bertambahnya provinsi di wilayah Kalimantan maka akan dibentuk dua komando daerah militer (Kodam), mengingat selama ini untuk regional Kalimantan hanya ada Kodam IV/Tanjungpura.    
       
Ia memaparkan bahwa dengan terbentuknya dua Kodam di wilayah Kalimantan sangat mendukung program pengawasan teritorial serta percepatan operasi militer mengingat wilayah yang berbatasan dengan Malaysia bukan hanya di utara Kaltim namun juga di Provinsi Kalbar.
       
Apabila pemerintah pusat tetap membiarkan kondisi perbatasan seperti itu, kata dia, bukan tidak mungkin kasus Ambalat berujung seperti klaim Malaysia atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Pada kasus perebutan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan itu, Indonesia kalah dalam sidang Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, tahun 2002.
      
Malaysia dalam beberapa waktu terakhir membuat ulah dengan memasuki kawasan Indonesia di perairan Ambalat (utara Kaltim) serta mengusir nelayan-nelayan dari Nunukan dan Tarakan dari kawasan itu sehingga kini kapal- kapal perang RI terus bersiaga penuh di sekitar kawasan perbatasan itu.
      
Meskipun dikawal kapal-kapal perang RI, namun Malaysia terus melakukan provokasi dengan lebih dari 100 kali kapal dari negeri jiran itu melakukan pelanggaran wilayah kedaulatan NKRI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com