Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi yang Tercerabut

Kompas.com - 15/10/2008, 01:13 WIB

B Herry Priyono

Fisika ekonomi sedang berantakan. Keberantakan itu begitu menggigit jantung tata keuangan modern. Maka, pendapat bahwa titik nadir sudah tercapai hingga jalan menuju pemulihan akan segera terjadi lebih berbunyi sebagai hiburan gratis.

Pada titik ini, deretan penjelasan tentang apa yang sedang dan akan terjadi tentu berguna, tetapi juga lebih mirip ramalan dukun yang mengada-ada. Itu tidak hanya berlaku hari ini sebab telah lama kajian ekonomi lebih mirip inflasi ramalan ketimbang analisis. Bahkan, hingga akhir September 2008, di koran ini masih terbaca beberapa pendapat bahwa apa yang terjadi hanya anomali sementara dari sistem keuangan yang sudah berjalan baik. Tentu saja, itu buih verbal.

Meski tidak ingin menambah gelembung, catatan kecil ini juga akan terdengar seperti buih verbal lain. Sebab, menyitir filsuf Hegel, pemikiran ”selalu muncul kelewat terlambat ketika fakta sudah ganas menggigit setelah proses pembentukannya usai”. Memang, ”burung hantu Minerva mulai terbang hanya saat senja telah tiba.” Artinya, kebijaksanaan hanya muncul di akhir hari. Itu pun hanya mungkin bila kita sedikit lebih mendalam bertanya apa yang telah terjadi. Dan apa yang terjadi bukan sekadar urusan teknikalitas keuangan serta ekonomi.

Kekacauan istilah

Setiap mahasiswa baru di fakultas ekonomi belajar asal-usul. ’Ekonomi’ berasal dari kata Yunani oikos dan nomos. Dari situ terbentuk oikonomia (tata kelola rumah tangga) dan oikonomike (seni mengelola rumah tangga). Xenophon (430-354 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) membahas hal itu. Cuma, Aristoteles buru-buru menambahkan perbedaan mendasar antara oikonomia dan chrematistike, seperti ditemukan di bagian awal bukunya, Politikon.

Chrematistike adalah siasat pengejaran harta dan uang demi uang itu sendiri. Meski biasanya muncul dari ekses oikonomia, chrematistike bukan bagian oikonomia, dan tegas dibedakan dari oikonomike. Mereka yang pernah mendengar nama Aristoteles mungkin mengerti, gagasan Aristoteles berdiri di atas prinsip ”apa yang baik adalah pemenuhan tujuan”. Maksudnya, jalan untuk dilalui, pisau untuk mengiris, atau otak untuk berpikir, dan bukan untuk yang lain.

Tentu, pisau bisa dijualbelikan. Namun, jual beli itu hanya disebut baik jika uang hasil penjualan dibelanjakan, misalnya untuk membeli baju. Dan baju hanya baik jika sesuai tujuan, yaitu membungkus tubuh atau berpantas diri. Dalam bahasa Aristoteles, ”Ia yang menjual sepatu untuk mendapatkan uang demi uang ... telah melakukan apa yang bukan tujuan.” Apalagi menjual uang demi uang itu sendiri!

Tidak sulit melihat gagasan itu terlalu asing bagi telinga kita. Dan pokok itu juga diajukan bukan agar kita kembali ke Aristoteles. Namun, segera kelihatan, apa yang dewasa ini disebut ekonomi dan ilmu ekonomi sebenarnya amat jauh dari oikonomia dan oikonomike, tetapi lebih tepat disebut chrematistike. Jika memakai bahasa sekarang, chrematistike adalah jual beli uang demi uang sendiri dalam berbagai bentuknya, persis huru-hara yang telah membawa kita ke malapetaka hari- hari ini. Maka, menyebut jual beli uang sebagai ekonomi—chrematistike sebagai oikonomia—bukan hanya kesesatan mendasar, tetapi juga membentuk dalam diri kita perilaku sesat tentang ekonomi.

Mengapa chrematistike sama sekali bukan oikonomia, dan mengapa yang pertama buruk, sedangkan yang kedua baik? Jawaban Aristoteles panjang dan jauh lebih menawan daripada cara berpikir kita. Semua bermuara pada satu hal: orang-orang yang melakukan chrematistike ”hanya berhasrat untuk hidup, tetapi bukan hidup yang baik”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com