PATI, SABTU - Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas telah melaporkan kasus foto bugil dan dugaan pemerkosaan yang diduga dilakukan anggota kesatuan Unit Pengawalan Kepolisian Resor atau Polres Pati, Ipda Ttk, kepada Kepala Polri. Namun sampai Jumat (10/10) belum ada tindak lanjutnya.
Hal itu diungkapkan Ketua Kompolnas, Novel Ali, pada diskusi terbatas dengan sejumlah pengurus lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kabupaten Pati di Gedung Haji, Pati, Jawa Tengah, Jumat (10/10). “Asal ada data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan, kami akan memproses sesuai kewenangan kami. Ada delapan kasus yang telah dikirim kepada kami dari rekan-rekan di Pati,” tutur Novel.
Menurut Ketua LSM Masyarakat Pati Anti Korupsi (Mapak), Fariq Noor Hidayat, kasus foto bugil dan dugaan pemerkosaan itu menimpa salah satu siswi sekolah menengah umum swasta di kota Pati EA, pada 22 Januari 2008.
“Ada upaya kasus ini dipetieskan karena melibatkan dua perwira Polres dan Polwil Pati. Jika memang sudah dilaporkan ke Kepala Polri, kami akan menunggu sikap dan tindakan para petinggi kepolisian kita,” kata Fariq.
Kasus pajak
Selain kasus foto bugil tersebut, dalam acara itu Ketua Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Pati, Riyanto, menyodorkan bukti-bukti keterlibatan secara langsung atau tidak langsung aparat kepolisian di bidang pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama (BBN), surat tanda nomor kendaraan, surat ijin mengemudi (SIM), hingga biaya cek phisik.
“Itu terjadi di semua cabang sistem administrasi manunggal di bawah satu atap (Samsat) tingkat Provinsi Jawa Tengah hingga di tingkat kabupaten. Luar biasa perolehan pendapatan oknum polisi tingkat bawah hingga pucuk pimpinan,” kata Riyanto.
Menurut Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Dipenda Provinsi Jawa Tengah, Kusdiyanto, pajak kendaraan bermotor (PKB) dan BBN kendaraan bermotor, ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 3/2002 dan Perda nomor 4/2002. Pungutan biaya administrasi STNK, surat tanda coba kendaraan (STCK), tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) dan tanda nomor coba kendaraan bermotor (TNCKB) berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 31/2004.
Namun kenyataan di lapangan menurut Riyanto, jauh lebih besar dibanding tarif atau biaya yang telah ditetapkan melalui peraturan pemerintah maupun perda. “ Pihak petugas Samsat hanya memberikan bukti pembayaran yang sesuai tarif. Padahal pemilik kendaraan membayar lebih. Misalnya biaya SIM hanya sekitar Rp 70.000, tetapi praktiknya Rp 200.000 – Rp 300.000,” tuturnya
Puput,salah satu warga anggota LSM menambahkan, praktik kotor juga terjadi pada surat tilang. Oknum polisi sengaja “mengganjal” di bagian besaran biaya tilang lembar dua dan tiga, sehingga memperoleh sisa keuntungan lumayan besar. “Pengguna kendaraan yang terkena tilang dikenakan biaya maksimal, meski bentuk pelanggaran cukup ringan. Namun lembar kedua dan ketiga yang peruntukkan bagi kepolisian dan kejaksaan, sengaja ditulis biaya yang terkecil,” ujarnya.
Menurut Novel Ali, berbagai kasus yang pernah ia tangani sebagian di antaranya memang sudah ditindaklanjuti. Namun masih begitu banyak kasus yang belum tertangani dan terungkap. “ Tugas kami di Kompolnas mencakup seluruh Indonesia dan kami laporkan langsung kepada Presiden. Kami memang butuh masukan dari berbagai pihak tentang ulah dan kinerja polisi,” ujar Novel.