Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Batik Sampai Kapan?

Kompas.com - 29/09/2008, 15:50 WIB

BATIK tengah berada di puncak tren fashion Tanah Air. Di mana-mana orang ”mendadak batik”. Batik yang dulu identik dengan acara resmi dan digunakan orangtua kini mengalami revolusi.

Tidak aneh lagi menyaksikan anak muda berbatik ria, seperti ke kampus atau jalan-jalan ke mal. Aneka desain baju batik dilahirkan dan populer, seperti baby doll, balon, dan kerut. Namun, sampai kapan fenomena ini akan berlangsung?

Tren batik didorong berbagai faktor. Salah satunya, peran perancang busana yang memunculkan tren batik. Edward Hutabarat, yang dinilai sebagai pelopor batik ready to wear, tahun 2006 mengeluarkan rancangan model A line, jaket panjang longgar, blus halter neck, jaket bergaya kimono, dan celana pendek yang ternyata disambut antusias masyarakat.

Lidwina CH (22) misalnya. Ia baru saja membeli busana batik pertamanya yang bermotif klasik Yogyakarta. ”Batik kan lagi tren. Pilihannya banyak, modelnya juga lucu-lucu,” ujar mahasiswi asal Bekasi ini di Pasar Tanah Abang, Selasa (9/9).

Booming batik juga didorong oleh kebijakan pemerintah daerah dan instansi swasta yang mewajibkan pegawainya mengenakan batik sehari dalam sepekan, belum lagi klaim Malaysia atas batik, yang tampaknya meningkatkan minat orang berbatik.

Gairah pasar

Tren busana batik membuat transaksi batik bergairah. Secara nasional nilai produksi batik terus meningkat, terutama sejak tahun 2004. Berdasarkan data Direktorat Industri Sandang, Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, Departemen Perindustrian, tahun 2006 nilai produksi batik Rp 2,9 triliun. Pada tahun 2007 produksi meningkat menjadi Rp 3,045 triliun.

Bergairahnya perdagangan batik bisa dilihat di Pasar Tanah Abang, Jakarta, pusat garmen dan tekstil terbesar di Indonesia. Menurut Asisten Manajer Operasi PD Pasar Jaya Area 1 Tanah Abang M Yusuf, dari 12.000 tempat usaha di Tanah Abang, 30 persen menyediakan busana dan kain batik. Omzet penjualan tiap pedagang diperkirakan Rp 7,5 juta-Rp 10 juta per hari. ”Tren batik membuat banyak pedagang yang awalnya tidak berjualan batik jadi menyediakan batik,” kata Yusuf.

Pernyataan Yusuf diamini Hasan Basri, pengusaha busana yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta. ”Batik kini menjadi andalan banyak pedagang dalam berjualan karena permintaan masyarakat yang tinggi sehingga omzetnya meningkat,” katanya.

Sebagai contoh, peningkatan omzet dialami pasangan Finaldi dan Afrida yang mempunyai lima toko batik di Pasar Tanah Abang Blok A. ”Satu kios yang semula beromzet Rp 1 juta per hari setelah tren batik bisa naik 10 bahkan 15 kali lipat,” kata Finaldi yang mendapat kiriman kain batik dari Pekalongan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com