Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantang Menikah di Telaga Jonge

Kompas.com - 21/08/2008, 02:29 WIB

Telaga Jonge bagi warga di Desa Pacarejo dan Desa Hargosari, Semanu, memiliki peran penting dalam kehidupan. Berbeda dengan
mayoritas telaga di Gunung Kidul, air Telaga Jonge terus mengalir walaupun di musim kemarau. Keberadaan telaga tersebut juga menyimpan kisah legenda dari pelarian Majapahit yang menjadi cikal bakal desa, yaitu Kyai Jonge.

Tak hanya terwujud dalam bentuk ritual bersih telaga yang dilaksanakan satu tahun sekali, seluruh titah dari leluhur desa itu
pun tetap dikukuhi. Warga di lima dusun dari dua desa tersebut hingga kini berpantang untuk saling menikah di antara warga desanya. Dusun itu adalah Candisari, Dusun Timunsari, Dusun Mojosari, Dusun Kwangen I, dan Dusun Kwangen II.

Sembari mandi di Telaga Jonge, Tuminem (54) mengisahkan bahwa pantangan tersebut sudah berlaku selama lebih dari sembilan
generasi. "Kami masih bersaudara sehingga tidak boleh saling menikahi. Mereka yang melanggar akan terkena kutukan," ujar Tuminem diikuti anggukan beberapa tetangga satu desanya yang juga sedang beraktivitas mandi serta sekalian memandikan sapi-sapi milik mereka, Jumat (28/3).

Beberapa warga desa diceritakan memang pernah melanggar pantangan tersebut. Dan, menurut tetua masyarakat Dusun Timunsari
Silvester Wardiyo, pasangan yang melanggar itu terbukti terpaksa berpisah entah karena perceraian atau kematian. "Titah leluhur itu
merupakan perintah yang kami percayai harus dilaksanakan karena pasti ada sanksinya," katanya.

Menurut Wardiyo, tradisi tidak saling menikahkan anak di antara lima dusun diawali adanya perseteruan tentang penguburan jasad Kyai Jonge. Dulu kelima dusun tersebut sempat terbagi dalam dua desa, yaitu Desa Menthel dan Desa Kwangen. Kyai Jonge yang berasal dari Kwangen memperistri seorang gadis warga Desa Menthel.

Makam

Masing-masing warga dari dua desa tersebut menginginkan agar penguburan jenazah tersebut berlokasi di wilayah desa mereka. Karena tak ada kesepahaman, tiap warga membangun kubur bagi Kyai Jonge baik di Desa Menthel maupun Kwangen. Hingga kini ada dua kuburan Kyai Jonge, yaitu di tengah ladang penduduk di Dusun Mojosari serta di tengah Telaga Jonge.

Meski berada di tengah ladang singkong, beberapa warga desa sering kali berziarah untuk memohon pengayoman. Sementara, menurut legenda yang berkembang di masyarakat, makam Kyai Jonge di Desa Kwangen telah menjadi sumber air yang sekarang menjadi Telaga Jonge. Makam di telaga tersebut telah sirna tertutup air dan hanya menyisakan tiang pancang berupa sepotong kayu di tengah danau. Warga yang ingin berziarah akhirnya membangun makam baru sekitar 10 tahun lalu di pinggir danau.

Lalu, lahirlah kutukan tersebut. Warga menganggap jika jenazah saja menjadi rebutan, maka akan tetap terjadi perseteruan apabila
tiap warga saling menjalin hubungan kasih dan membina rumah tangga. "Kami telah niteni, jika ada yang melanggar pasti terjadi
kemalangan," kata Wardiyo.

Meski larangan tersebut tidak tertulis, tiap warga biasanya meneruskan cerita legenda tersebut kepada anak cucu. Kepercayaan itu
pun kemudian terus diwariskan hingga sekarang. Warga memegang prinsip masih banyak pemuda atau pemudi dari desa lain yang bisa dinikahi. Warga lima dusun meyakini bahwa mereka memang tidak dijodohkan untuk saling menikah.

Kepada dua anaknya, Wardiyo pun melarang jatuh cinta kepada tetangga dari lima dusun tersebut. Dari mulut ke mulut, larangan
dari leluhur ini telah menjadi suatu "hukum". Walaupun tidak ada sanksi hukuman adat dari masyarakat, tiap penduduk mengaku takut melanggar.

Pernikahan bagi warga desa tidak sekadar pertautan dua hati dari sepasang anak manusia. Masing-masing keluarga besar bahkan leluhur pun turut campur tangan demi kelanggengan hubungan. Apalagi melalui pembentukan keluargalah, maka pelestarian keturunan itu akan berlanjut.

Dan, legenda Telaga Jonge terus-menerus hidup, seperti air dalam danau yang tak pernah surut. Jika di desa-desa lain di wilayah
Gunung Kidul mengeluh kekurangan air di musim kemarau, warga lima dusun di sekitar Telaga Jonge tetap menerima berkah air yang
berlimpah. Itulah Telaga  Jonge ibarat legenda hidup di antara warga setempat....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com