Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjadi Buruh di Tanah Sendiri

Kompas.com - 19/08/2008, 09:24 WIB

Bayang tubuh petani memanjang di atas benih padi yang menghijau di tanah garapan. Di pinggiran Cianjur, Icoh (50) mencelupkan kaki ke saluran pengairan di bagian yang lebih rendah dari sawah milik juragannya dari Bandung.

Lumpur yang menempel di kakinya larut terbawa arus air. Dibasuhnya pula tangannya dengan air sungai itu. Derasnya arus air meluruhkan sisa tanah itu, sejenak tangannya yang basah dikibas-kibaskan agar cepat mengering.

Ketika waktu makan tiba, dibukanya bekal dari rumah. Sebungkus nasi putih, sambal, dan ikan asin. Nikmatnya melarutkan penat setelah bekerja sejak petak-petak sawah dihujani cahaya matahari pagi.

Bersama tujuh perempuan lain, Icoh datang berombongan dari Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat. Siang itu mereka bersama-sama membuka bekal yang mereka bawa dari rumah. Mereka saling membagikan lauk yang dibawa dari rumah, menikmatinya sambil bercakap-cakap.

Di tanah Cianjur yang subur, Icoh adalah generasi kedua buruh tani di keluarganya. Kakek dan neneknya telah menjual tanah keluarga karena terdesak berbagai kebutuhan. Karena itu pula, Icoh tidak lagi dapat meninggalkan tanah pertanian kepada dua anaknya.

Untuk masa depan, mereka, tutur Icoh, haruslah bekerja sebagai buruh juga, entah sebagai buruh tani atau pekerja di kota. Hal serupa dialami oleh Aep Saepudin (48), warga Desa Songgom, Kecamatan Gekbrong, Jawa Barat. Aep juga buruh tani seperti Icoh. Orangtuanya telah menjual sebidang tanah keluarga semasa Aep kecil.

Icoh dan Aep adalah contoh kecil dari sekian ribu buruh tani yang menjadi bagian dari alur padi di kawasan lumbung padi, seperti Cianjur. Meskipun tidak setiap hari menjual tenaga mereka, dalam sebulan, rata-rata hanya dua sampai tiga minggu tenaga buruh itu dibutuhkan pemilik lahan.

Beralihnya kepemilikan lahan dan perubahan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri membuat warga, seperti Icoh dan Aep, terpinggirkan dalam pertarungan perebutan sumber ekonomi. Sebagai petani, mereka tak memiliki lahan pertanian sebagai modal utama.

Dalam arus itu, mereka hanya menjadi penonton atau sekadar menjadi aktor pinggiran. Proses peralihan kepemilikan lahan dari petani di Cianjur kepada pemodal dari Bandung, Bogor, dan Jakarta telah menciptakan buruh-buruh tani di tanah sendiri. Tidak mengherankan jika saat ini makin sulit menemukan petani yang tengah menggarap tanah mereka sendiri.

Tanpa kepastian

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com