Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UN Vs Target Kelulusan dan Kejujuran

Kompas.com - 12/05/2008, 11:15 WIB

Oleh Indra Yusuf

Ada dua hal penting terkait dengan pelaksanaan ujian nasional atau UN. Pertama, persoalan tingkat persentase dan target kelulusan yang akan dicapai sekolah. Kedua, persoalan nurani atau kejujuran dalam pelaksanaannya. Idealnya, dua hal tersebut memang harus berjalan seiringan. Target kelulusan tercapai dan pelaksanaannya pun bersih dari berbagai kecurangan.

Akan tetapi, untuk saat ini rasanya sulit keduanya dapat diraih secara bersamaan oleh suatu sekolah atau daerah tertentu. Ini mengingat masih banyak keterbatasan sarana-prasarana ataupun SDM di berbagai daerah di Indonesia.

Sekolah atau daerah akhirnya memutuskan salah satu pilihan dari dua pilihan itu walaupun tentu keduanya sama-sama membawa risiko. Namun, sekali lagi untuk saat ini, sekolah atau daerah lebih banyak memilih target kelulusan yang tinggi (baca: 100 persen) dibandingkan dengan nilai kejujuran yang hakiki. Karena memilih target kelulusan, risikonya lebih kecil atau bahkan tidak berisiko karena relatif lebih "aman". Sebab, kecurangan yang sering kali terjadi membentuk suatu jaringan yang melibatkan pihak yang semestinya mengawal kesuksesan UN.

Sementara sekolah yang memilih kejujuran akan menghadapi berbagai persoalan untuk waktu ke depannya.

Banyak pejabat dan kepala daerah atau kepala sekolah yang takut tingkat kelulusan di daerah atau sekolahnya rendah sehingga ia memberikan tekanan yang begitu besar kepada sekolah yang kemudian dilanjutkan kepada guru mata pelajaran yang di UN-kan. Mengejar target kelulusan dan rasa takut kehilangan jabatan dengan mudah akan meminggirkan nilai kejujuran demi tujuannya itu.

Nilai kejujuran semestinya menjadi ruh untuk diembuskan dalam dunia pendidikan. Namun, alih-alih membantu siswa, menyelamatkan masa depannya, dan menyelamatkan nama lembaga, ternyata sekadar merusak generasi bangsa dan meruntuhkan fondasi pendidikan dan menyelamatkan sebuah jabatan seseorang. Sulit

Sulit rasanya menemukan sekolah yang lebih mengutamakan kejujuran dibandingkan dengan angka atau target kelulusan tertentu. Sekolah yang memilih kejujuran tentu akan siap menghadapi sanksi dan cemoohan masyarakat karena hampir dipastikan akan memperoleh tingkat kelulusan yang rendah, apalagi bagi sekolah di daerah. Sekolah dihadapkan pada pilihan dilematis. Demikian juga dengan guru mata pelajaran yang secara batin mengalami pemerkosaan. Guru yang idealis bersiap-siaplah mendapatkan sanksi dan tekanan secara fisik ataupun mental dari lingkungan ia berada.

Memang sungguh ironis di negeri ini. Memilih jalan kebenaran lebih besar risikonya dibandingkan dengan yang memilih jalan keliru, yang justru relatif lebih aman. Tujuan baik penyelenggaraan UN yang diharapkan pemerintah sama sekali tidak tercapai. Pemetaan pendidikan yang akan ditunjukkan oleh hasil UN sama sekali tidak memenuhi unsur validitas dan reliabilitas.

Keberhasilan pendidikan yang ditunjukkan dengan angka statistik keberhasilan UN adalah semu belaka. Pelaksanaan UN justru hanya menciptakan generasi yang selalu mengharapkan bantuan orang lain. Sebagian siswa pun telah mengetahui, ketika ujian berlangsung, mereka akan "dibantu" pihak sekolah. Bukan tidak mungkin hal ini lambat laun akan menjadi rahasia umum di kalangan siswa yang akhirnya mematikan motivasi belajar siswa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com