Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi I: Rekaman Pembicaraan Nuril dan Atasanya Tak Bisa Jadi Barang Bukti

Kompas.com - 16/05/2017, 09:23 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menilai penggunaan rekaman pembicaraan antara Baiq Nuril Makmun dan atasannya sebagai alat bukti tidak sah karena melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Nuril didakwa dengan pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan atasannya dengan tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang diduga mengandung unsur asusila.

"Bukti rekaman menurut ketentuan MK juga tidak bisa jadi barang bukti. Dalam UU ITE yang sudah direvisi juga ini termaktub dengan jelas," kata Hanafi melalui pesan singkat, Selasa (15/5/2017).

MK membatalkan Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal tersebut menyebutkan bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan sah.

(Baca: Terjerat UU ITE, Ibu Tiga Anak Mendekam di Penjara)

Ia menambahkan dalam kasus tersebut, Nuril bukan sebagai pihak yang menyebarkan rekaman. Karena itu, ia meminta penegak hukum dan pengadilan mempertimbangkan rasa keadilan terhadap Nuril.

"Di atas hukum ada azas keadilan. Azas ini juga harus diperhatikan oleh penegak hukum agar keadilan tegak untuk ibu Nuril," lanjut putra Amien Rais itu.

Kasus Nuril berawal tahun 2012. Saat itu Nuril yang masih bekerja menjadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. Nuril kerap mendapat telepon dari atasannya yang bercerita soal hubungannya dengan wanita lain.

(Baca: Baiq Nuril Disebut Bisa Bebas dari Dakwaan UU ITE, asal...)

Padahal, saat itu Nuril sudah berumah tangga dan memiliki tiga orang anak. Oleh teman-temannya, Nuril sempat diisukan memiliki hubungan spesial dengan atasannya, namun hal tersebut ditampik Nuril. Hingga akhirnya Nuril merekam pembicaraan telepon atasannya saat bercerita masalah hubungan intimnya dengan wanita lain.

Rekaman percakapan tersebut lalu disimpan oleh Nuril. Ibu tiga anak ini terpaksa harus meninggalkan keluarganya setelah menjadi terdakwa dalam kasus ITE. Saat ini, kasus Nuril sudah memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Keprihatinan terhadap Nuril pun muncul dari berbagai kalangan. Mereka yang prihatin terhadap Nuril telah menandatangani petisi #SaveIbuNuril sebagai salah satu bentuk dukungan moral.

Kompas TV Purna Irawan, tersangka pelaku penyebar foto tidak senonoh ini tak berkutik saat digelandang ke Mapolresta Palembang oleh polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com