Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Fokus Infrastruktur, Ketimpangan Belum Efektif Ditekan

Kompas.com - 02/05/2017, 22:42 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah program yang dibuat pemerintah dinilai belum mampu mengatasi ketimpangan ekonomi masyarakat. Rasio gini yang menjadi ukuran ketimpangan dalam rentang tahun 2016 hingga saat ini masih lebih tinggi ketimbang kondisi 2011 ke belakang.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyayangkan kebijakan pemerintah yang terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur fisik. Di sisi lain, beban hidup masyarakat miskin terus bertambah selama setahun terakhir. "Mengatasi ketimpangan memang tidak bisa instan. Namun, jika metode yang dilakukan pemerintah saat ini tidak diubah, probabilitas Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi dalam jangka waktu 30 tahun ke depan hanya 20 persen," kata Faisal dalam seminar bertajuk "Menyongsong Seabad Kemerdekaan, Cita-cita, Kenyataan, dan Langkah ke Depan", di Universitas Gadjah Mada, Sabtu (29/4).

Selain Faisal, hadir sebagai pembicara pengamat politik dan militer Indonesia Salim Said, pakar hukum tata negara Ni'matul Huda, serta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rasio gini per September 2016 adalah 0,394 atau turun 0,008 dibandingkan dengan September 2015 sebesar 0,402. Namun, jika melihat periode waktu ke belakang, rasio gini pada 2007-2011 berkisar 0,35-0,38. Pada 2012, rasio gini mulai merangkak naik dan stagnan di 0,4 sampai 2015. Baru per Maret 2016, rasio gini turun ke 0,397. Penurunan ini berlanjut sampai September 2016. Meski demikian, angkanya belum turun ke level periode 2007-2011.

(Baca juga: Ini Kebijakan Ekonomi Pemerintah untuk Atasi Ketimpangan)

Faisal mengatakan, tantangan terberat mengurangi ketimpangan adalah mengangkat kelompok pendapatan 40 persen termiskin. Kelompok ini berasal dari golongan petani, buruh tani, dan buruh harian.

Salim Said menilai, kebijakan pemerintah sering kali belum mempertimbangkan aspek sosial. Pemerintah juga kurang sensitif dan tidak memahami sejarah bangsa sehingga banyak kebijakan yang keliru. (DIM)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2017, di halaman 2 dengan judul "Ketimpangan Belum Efektif Ditekan".

Kompas TV Ketimpangan Ekonomi Indonesia Masih Tinggi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com