Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lemahnya Pencegahan Membuat Kekerasan terhadap Perempuan Berulang

Kompas.com - 08/03/2017, 15:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 menunjukkan fakta bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus berulang.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, penerbitan regulasi hukum yang melindungi kaum perempuan belum diimbangi dengan mekanisme pencegahan yang baik.

"Catatan Tahunan menyajikan sebuah fakta bahwa kekerasan lebih cepat terjadi daripada upaya antisipasinya," ujar Yuniyanti dalam sebuah diskusi Hari Perempuan Internasional, di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).

Menurut Yuniyanti, lemahnya penegakan hukum, kebijakan pemerintah yang diskriminatif dan impunitas bagi pelaku membuat kasus kekerasan terus berulang.

Pola kekerasan terhadap perempuan, kata Yuni, semakin rumit dan terjadi lebih cepat dari kemampuan negara untuk merespon.

(Baca: 2016, Ada 259.150 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan)

Hal tersebut diperparah dengan masih banyaknya regulasi yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap perempuan, salah satunya batas usia perkawinan 16 tahun bagi seorang perempuan.

Di sisi lain, Komnas Perempuan juga menemukan fakta bahwa korban lebih memilih mendatangi layanan yang dibuat oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) ketimbang melapor ke institusi pemerintah.

Padahal, kata Yuniyanti, negara telah memperbanyak layanan di berbagai daerah. Artinya, Pemerintah masih harus berupaya meningkatkan kualitas layanan yang ramah pada korban dan perbaikan fasilitas.

"Negara harus ambil tindakan dengan memberikan pemahaman, misalnya melalui pendidikan, kepada aparaturnya mengenai pemahaman isu kekerasan perempuan yang lebih mendalam. Dengan begitu mereka paham bagaimana cara mencegah, tidak hanya menindak," ucapnya.

(Baca: Kekerasan terhadap Perempuan Paling Banyak Terjadi di DKI Jakarta)

Catatan Tahunan 2017 Komnas Perempuan mendokumentasikan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama 2016.

Hasilnya, terdapat 259.150 jumlah kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 245.548 kasus diperoleh dari 358 Pengadilan Agama dan 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 Provinsi.

Di ranah personal, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menempati peringkat pertama dengan 5.784 kasus. Disusul kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus.

Kompas TV Pemerkosa & Pembunuh Bocah Sorong Terancam Hukuman Mati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com