Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membantah "Hoax", Menyelamatkan Bangsa

Kompas.com - 03/01/2017, 15:57 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

Informasi palsu atau hoax menjadi salah materi yang belakangan ini banyak dibicarakan. Terkait hal itu, komunitas Masyarakat Indonesia Anti "Hoax", Desember lalu, menampilkan sisi lain di balik pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016 yang dimenangi Donald Trump.

Video berdurasi satu menit yang menyarikan berbagai informasi dari beberapa media arus utama menyingkap bagaimana bisnis berita hoax mampu menghasilkan keuntungan yang amat besar. Dalam film itu ditampilkan sosok Victor, remaja asal Makedonia yang menjadi editor situs berita hoax. Ia membuat hoax yang menguntungkan Donald Trump. "Saya lakukan ini, demi uang dan hiburan," kata Victor.

Di negara asal Victor, yaitu Makedonia yang ada di benua Eropa, terdapat sekitar 140 situs berita palsu soal Trump. Jejaring berita hoax itu lalu disebarkan di media sosial dan dibaca jutaan orang di Amerika.

Di bagian akhir sesi itu, ada pertanyaan menggelitik, "Bagaimana dengan Indonesia?"

Sineas Nia Dinata pun tak habis pikir. Mengapa hoax juga mudah menyebar di Indonesia?

Sistem pulsa

Belajar dari anaknya yang sekolah di Amerika Serikat, Nia mendapat pemahaman bahwa penyebaran hoax di Indonesia begitu cepat karena sistem pembelian pulsa telepon seluler untuk koneksi data umumnya menggunakan sistem prabayar. Hal ini membuat sebagian orang Indonesia enggan memverifikasi ulang dengan membuka link situs informasi yang diterima karena takut pulsanya habis.

Para pelanggan layanan seluler pascabayar relatif masih mau mengecek silang kebenaran informasi yang diterima sepanjang dari media yang kredibel.

"Ditambah lagi, ada semacam kebanggaan. Kita seakan keren, kalau bisa menjadi orang pertama yang menyebarkan informasi di grup media sosial. Jadi, seakan kita dihadapkan pilihan. Untuk menjadi keren, apakah kita melakukan cek informasi dulu? Atau langsung menyebarkan informasinya begitu saja?" tanya Nia.

Hidup pada zaman informasi serba cepat, manusia memang seperti hidup di dalam gelembung. Nia mencontohkan, hampir sebulan belakangan dia ingin mengetahui tagar "kebencian" yang terhadap kelompok tertentu di Indonesia. Nia juga pernah mencari tahu tentang "kawin muda" dengan berselancar di internet.

Ternyata, kata Nia, dunia maya langsung merekam pencarian itu sehingga keesokan harinya setiap kali dia menggunakan internet, terus bermunculan berbagai informasi tentang kebencian ataupun kawin muda.

Aktivis sosial, Anita Wahid, mengingatkan, kemajuan teknologi turut mengikis rasa saling menghormati. Sekitar 30-40 tahun lalu, para orang tua tidak menunjukkan tentang kebenaran dirinya sendiri. Mereka hidup sebagai anggota masyarakat yang menginginkan hidup rukun, guyub, damai, dan saling menghormati, serta peduli untuk kemajuan bersama.

"Lima tahun terakhir, bahkan beberapa bulan terakhir, terjadi pergeseran dalam tata cara hidup berbangsa kita. Sekarang ini, kita gampang banget berada dalam dikotomi kubu saya dan dia. Kita mau ke mana membawa bangsa ini?" kata Anita.

Perlawanan

Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengemukakan, dikotomi yang berujung pada perilaku penyebaran hoax tak terelakkan. Perlawanan terhadap hoax tak sebanding dengan penyebarannya. Apalagi, para penebar hoax bebas berkeliaran.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com