JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Agung Setya mengatakan, kepolisian akan menelusuri provokator yang menginisiasi gerakan rush money atau ajakan untuk menarik uang secara besar-besaran dari bank.
Isu itu tersebar bersamaan dengan rencana aksi demonstrasi atas kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dalam kasus itu, Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami akan menelusuri siapa provokator yang menginisiasi gerakan rush money. Tim cyber kami sedang bekerja untuk melakukan investigasi," ujar Agung, saat konferensi pers, di Kantor Bareskrim Polri, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Senin (21/11/2016).
Agung mengatakan, ajakan rush money justru berpotensi menimbulkan kerugian bagi nasabah jika dilakukan.
(Baca: Bareskrim Polri Imbau Masyarakat Tidak Perlu Tanggapi Isu "Rush Money")
Penarikan uang secara besar-besaran, kata Agung, justru akan meningkatkan angka kriminalitas.
"Rush money ini akan merugikan nasabah sendiri jika dilakukan, jadi tidak perlu digubris. Kalau pegang uang kan risikonya besar. Uang cash bisa hilang dicuri atau dirampok," kata Agung.
Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak menanggapi ajakan sejumlah pihak di media sosial untuk melakukan rush money menjelang aksi unjuk rasa pada 2 Desember 2016.
Menurut Agung, ajakan tersebut tidak tepat dan menyesatkan di tengah kondisi perbankan Indonesia yang sedang stabil.
"Kami telah melakukan rapat koordinasi dengan OJK dan BI untuk melihat apakah isu ini menjadi positif atau negatif. Kesimpulannya, rush money adalah ajakan yang keliru terkait posisi dan kondisi perbankan kita yang sedang bagus-bagusnya," papar Agung.