Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok Intoleran Dinilai Jadi Pemicu Terbesar Radikalisme di Indonesia

Kompas.com - 29/02/2016, 22:40 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat sosiologi dari Universitas Nahdatul Ulama, Luluk Nur Hamidah, mengatakan bahwa pernyataan provokatif yang berisi kebencian atas dasar suku, agama, ras dan golongan menjadi faktor pemicu terbesar aksi radikalisme.

Menurut Luluk, ujaran kebencian dari kelompok intoleran sudah tidak lagi berada dalam ranah individu dengan individu. Namun, ini sudah memberi dampak besar kepada masyarakat.

Ia menyayangkan beberapa peristiwa kekerasan terhadap kelompok minoritas, seperti yang menimpa kelompok Syiah dan Ahmadiyah.

"Baru-baru ini bahkan ada sebuah kelompok yang mendeklarasikan diri anti-Syiah dan anti-Ahmadiyah," ujar Luluk ketika ditemui di Aula Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, Jakarta, Senin (29/2/2016).

Melihat hal tersebut seharusnya kepolisian sudah tidak perlu ragu-ragu dalam mengambil sikap. Apalagi, instrumen hukum yang ada sudah sangat jelas.

Ada instrumen hukum pidana, HAM dan juga ketentuan yang terkait dengan penanganan ujaran kebencian atau hate speech.

"Sangat cukup bagi kepolisian untuk melakukan tindakan, bukan hanya tindakan ketika sudah ada kejadian, tetapi juga pencegahan," ucapnya.

Polisi masih dianggap gamang dan ragu untuk mengambil tindakan ketika menyangkut soal agama, karena termasuk dalam persoalan yang sensitif.

Namun, menurut Luluk, hal tersebut bisa disiasati Polri dengan melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan terkait.

"Kalau ragu-ragu, Polri bisa melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama. Tidak perlu menunggu ada petunjuk atau bahkan fatwa," kata Luluk.

Saat ini, menurut Luluk, perlu ada ketegasan dari kepolisian untuk menindak kelompok-kelompok penebar kebencian, karena ada hak publik yang harus dijaga.

Polisi sebagai penegak hukum harus bisa memenuhi hak atas rasa aman kepada setiap negara.

"Saya kira sikap kurang tegas ini bisa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap istitusi Kepolisian sebagai aparat penegak hukum," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com