Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transparansi Keuangan Partai Masih Jadi Permasalahan Akut

Kompas.com - 28/09/2015, 16:42 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil kajian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyimpulkan bahwa transparansi keuangan partai politik masih menjadi permasalahan akut yang terjadi mulai dari level kepengurusan pusat hingga tingkat daerah. Partai politik yang ada saat ini cenderung enggan memublikasikan laporan keuangannya, terutama yang berkaitan dengan sumber pendanaan partai.

Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW Donal Fariz menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga sumber dana partai yang diatur undang-undang, yakni iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, serta bantuan keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dari tiga sumber pemasukan partai itu, menurut Donal, sumbangan sah menurut hukum menjadi salah satu titik rawan pendanaan partai. Sumbangan ini bisa berasal dari pihak non-kader partai.

"Salah satu titik rawan dan titik gelap pendanaan politik adalah sumbangan sah menurut hukum, karena kan ada perseorangan, dan dari badan usaha, ini sulit diidentifikasi bahkan bendahara partai pun sulit mengidentifikasinya," kata Donal saat memaparkan hasil kajian ICW di Jakarta, Senin (28/9/2015).

Kajian ini dilakukan ICW dengan melakukan uji akses informasi keuangan partai politik 2011 hingga 2015, data laporan keuangan partai, berdiskusi dengan sejumlah pengurus partai politik. ICW juga berdiskusi dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, serta ahli di bidang terkait.

Menurut Donal, partai politik cenderung enggan mengungkapkan donatur penyumbang dananya dengan sejumlah alasan. Menurut pihak parpol, kata donal, penyumbang dana rata-rata tidak mau dicantumkan identitasnya. Mereka yang merupakan donatur nonkader enggan diungkapkan identitasnya karena rata-rata tidak hanya menyumbangkan dana kepada satu partai.

"Biasanya penyumbang nonkader itu menyumbang di banyak partai. Semakin besar partai itu, semakin besar juga kecenderungan penyumbang memberikan uang. Kalau dipublikasikan penyumbang itu, partai lain akan protes, kok partai ini dikasihnya lebih gede, misalnya, tapi kok kamu cuma segini," tutur Donal.

Alasan kedua, partai politik melindungi si penyumbang yang berlasan takut dibandingkan nilai sumbangannya kepada parpol dengan nilai pajak yang telah mereka bayarkan kepada negara.

"Partai enggak mau si penyumbang bermasalah dengan pajak mereka. Bayar pajak cuma ratusan juta tapi kok menyumbang ke partai miliaran rupiah. Setidaknya itu alasan partai dan penyumbang nonpartai yang berkomitmen untuk tidak memublikasikan," kata Donal.

Ketiadaan PPID

Masalah mendasar lainnya terkait dengan keterbukaan informasi keuangan partai politik tampak dari tidak adanya pejabat pengelola informasi dan data di setiap partai. Berdasarkan undang-undang, kata Donal, partai wajib memiliki pejabat semacam itu.

Di samping itu, ICW menemukan masih adanya kantor partai politik yang tidak melakukan kegiatan rutin sehingga pengurusnya sulit ditemui untuk dimintai informasi. ICW juga menyimpulkan bahwa mayoritas parpol baik di tingkat pusat maupun daerah menganggap laporan keuangan hanya berlaku untuk internal sehingga tidak harus dipublikasikan.

"Jangankan untuk publik, sesama kader partai saja enggak tahu soal kondisi keuangan. Contoh Partai Demokrat, Ruhut Sitompul kalau ditanya soal keuangan Partai Demokrat, dia enggak tahu," kata Donal.

Intimidasi

Masalah lainnya, masih ditemukan adanya tindakan intimidasi yang dilakukan partai terhadap pihak pemohon informasi keuangan. Bahkan, pihak pemohon harus berhadapan dengan penegak hukum ketika meminta informasi keuangan partai politik. ICW juga menemukan bahwa partai belum sepenuhnya mencatat penerimaan dan pengeluaran dalam laporan keuangan.

"Selain itu, sumber utama pemasukan partai adalah sumbangan 'pemilik partai' dan sumbangan dari kader yang sedang menduduki jabatan publik," kata Donal.

Hal lain yang menjadi persoalan adalah kurangnya sumbangan dari negara kepada partai. Di samping itu, partai cenderung belum melaksanakan dengan baik ketentuan alokasi sumbangan negara 60 persen untuk pendidikan politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Nasional
Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Nasional
Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Nasional
Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Nasional
1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

Nasional
Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Nasional
PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

Nasional
Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Nasional
Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Nasional
Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com