Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Seharusnya UU Pemilu Itu Mudah Dipahami oleh Penyelenggara dan Pemilih"

Kompas.com - 29/05/2015, 17:52 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Banyaknya regulasi yang mengatur pelaksanaan pemilu dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih aturan. Salah satu upaya yang didorong untuk dilakukan adalah melakukan kodifikasi undang-undang pemilu.

"Pemilu sekarang dengan regulasi yang terlalu banyak sering menimbulkan tumpang tindih, menimbulkan kerumitan, sehingga proses dan hasil kurang maksimal," ujar peneliti Kemitraan Partnership Wahidah Suaib, dalam diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2015).

Menurut Wahidah, pemisahan pengaturan mengenai pemilu tidak hanya mengakibatkan tumpang tindih, tetapi kontradiksi dan duplikasi pengaturan pemilu tanpa standar yang sama. Ia menilai kodifikasi, atau penyatuan undang-undang tersebut perlu dilakukan.

Saat ini, regulasi yang mengatur mengenai pemilu terbagi dalam empat undang-undang, yaitu UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ramlan Surbakti, menyebutkan ada beberapa standar yang berbeda dalam empat undang-undang tersebut. Salah satunya mengenai jumlah tahapan. Dalam UU No 42 Tahun 2008 disebutkan ada 8 tahapan, sementara UU No 8 Tahun 2012 menyatakan ada 11 tahapan. Kemudian, berbeda pula dengan UU No 8 Tahun 2015 yang menetapkan ada 10 tahapan penyelenggaraan dan 8 tahapan persiapan.

"Seharusnya undang-undang pemilu itu mudah dipahami tidak hanya penyelenggara, tetapi juga pemilih. Sistem pemilu kita memang paling kompleks di seluruh dunia. Paling panjang dan akhirnya memakan waktu," kata Ramlan.

Untuk itu, lembaga Kemitraan mendesak agar DPR melalui Badan Legislasi memasukkan kodifikasi undang-undang yang mengatur pemilu dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas pada 2016. Selain itu, mendesak DPR untuk membahas kodifikasi tersebut, dan disahkan paling lambat pada awal 2017.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com