Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andi Widjajanto: Megawati yang Memutuskan Jusuf Kalla Jadi Cawapres Jokowi

Kompas.com - 22/01/2015, 18:24 WIB
Sabrina Asril

Penulis


BOGOR, KOMPAS.com — Kisruh pengungkapan manuver Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad selama pelaksanaan pemilihan presiden lalu mengungkap fakta lain soal kuatnya pengaruh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di balik Presiden Joko Widodo.

Nama Abraham disebutkan masuk dalam bursa bakal calon wakil presiden yang didaulat mendampingi Jokowi. Namun, Megawati akhirnya menunjuk nama lain, yakni Jusuf Kalla. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto saat memberikan tanggapan soal pernyataan Pelaksana Tugas PDI-P Hasto Kristianto pun memaparkan kronologi pemilihan calon wakil presiden pada tahun 2014 lalu.

Andi pada saat itu ditunjuk oleh Megawati untuk masuk ke dalam tim 11 dan membantu memenangkan Jokowi. Pada saat tim itu terbentuk pada Februari 2014, Andi mengaku terdapat tujuh nama kandidat cawapres yang diusulkan. Salah satuya adalah Abraham Samad. Tim 11, lanjut Andi, diminta oleh Megawati untuk menghimpun data soal semua kandidat itu.

"Lalu kami membantu Bu Mega untuk menyediakan data yang dibutuhkan Ibu Mega untuk pertimbangkan salah satu dari tujuh (calon cawapres). Kemudian Ibu Mega memutuskan, JK jadi cawapres Jokowi," ucap Andi di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/1/2015).

Ucapan Andi berbeda dengan yang disampaikan oleh Plt Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, yang menyebut bahwa pencalonan Jusuf Kalla adalah keputusan yang diambil oleh Jokowi. Hasto tidak menyebut JK dipilih oleh Megawati.

Presiden Jokowi dan JK pun akhirnya dilantik pada 20 Oktober 2014. Namun, pengaruh Megawati diyakini masih cukup kuat di dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Salah satu yang sempat diributkan adalah soal penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala Polri.

Budi adalah mantan ajudan saat Megawati menjadi Presiden. Pemilihan Budi ini kemudian mendapat reaksi negatif dari publik. Pasalnya, KPK menyebutkan nama Budi sempat distabilo merah saat seleksi calon menteri. Relawan pendukung Jokowi pun bergerak dan meminta mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk bisa mengelola semua intervensi yang dihadapinya, termasuk dari partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com