Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menlu: Letak Strategis Indonesia Dimanfaatkan Pengedar Narkoba sebagai Destinasi

Kompas.com - 21/01/2015, 19:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, letak Indonesia yang strategis sudah dimanfaatkan para pelaku kejahatan transnasional dalam melancarkan aksinya. Seperti peredaran gelap narkotika di wilayah ASEAN. Hal ini perlu dipahami seluruh negara yang berkepentingan di Indonesia.

"Letak strategis Indonesia ini ternyata juga dimanfaatkan oleh transnational organized crime untuk melakukan kegiatan-kegiatannya," kata Retno di Pusdiklat Kemenlu, Rabu (21/1/2015).

Retno melanjutkan, posisi Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera menjadikannya sebagai pusat persimpangan raksasa. Sehingga, jadi lokasi yang tepat untuk singgah atau transit. Namun, hal tersebut disalahgunakan beberapa pihak.

Jadi negara destinasi

Bahkan, Menlu Retno juga melihat perubahan tren dari setiap kasus. Awalnya negara Indonesia memang dijadikan negara transit oleh jaringan pengedar narkoba. Namun, sekarang berubah menjadi negara destinasi untuk mengedarkan barang haram itu.

"Dari data yang ada, apabila dulu Indonesia dijadikaan negara transit, sekarang Indonesia dijadikan ngara destinasi untuk kejahatan-kejahatan tersebut. Termasuk kejahatan narkotika," kata Retno.

Meski pemerintah sudah berusaha keras memberantas narkotika, pelaku masih saja memiliki banyak cara untuk bermain. Bayangkan saja, di ASEAN sendiri terhitung sebanyak Rp 110 triliun yang dihasilkan dari peredaran narkoba. Hampir separuhnya berputar di Indonesia, ini mengakibatkan jumlah kematian akibat zat adiktif itu tak bisa dihindarkan.

"Dari nilai peredaran di ASEAN itu sekitar Rp 110 triliun untuk narkoba, dan 43 persen ada di Indonesia. Dari angka kematian 10 persen angka kematian yang disebabkan oleh narkoba terjadi di Indonesia," tutur Retno.

Karena itu kemudian pemerintah menegaskan darurat narkoba di Indonesia. Ujungnya, pelaku bisnis haram narkotika yang tertangkap bermuara di hukuman mati. Tak peduli dia berasal dari luar negeri atau WNI sendiri.

Pertimbangannya, untuk memutus mata rantai peredaran obat-obatan terlarang di Indonesia. Ketegasan itulah yang saat ini diprotes oleh negara-negara lain. Khususnya negara yang warganya menjadi supplier barang haram di Indonesia.

Diplomasi

Tapi hukuman mati juga menyebabkan masalah diplomasi dengan negara lain. Sebut saja Brasil dan Belanda yang memanggil duta besarnya kembali dengan dalih konsultasi. Ada juga Perdana Menteri Australia yang mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Pasalnya, warga dari negara-negara itu yang ditangkap karena kasus narkoba dan ada yang sudah dihukum mati.

Pemerintah, menurut Retno, telah memberi penjelasan terkait hal ini. Ada data-data yang sudah disampaikan terkait situasi darurat narkoba di dalam negeri.

"Data sudah banyak kita keluarkan untuk mencerminkan seberapa darurat dampak dari kejahatan narkoba yang dilakukan di Indonesia," ujarnya.

Soal reaksi negara lain seperti pemanggilan perwakilan diyakini tidak menjadi masalah. Sebab, itu adalah hak dari negara-negara terkait, termasuk tenggat waktu dipanggilnya perwakilan negara. Toh, sampai saat ini kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara tersebut masih berjalan baik.

"Komunikasi kita masih jalan, semuanya masih berjalan," ujar Retno. (Edwin Firdaus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com