Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2014, 17:39 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selama tiga tahun pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2011 tentang Percepatan Penyelesaian Kasus Hukum dan Penyimpangan Pajak, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim telah menyelamatkan pendapatan senilai Rp 3 triliun dan menjatuhkan sanksi kepada ribuan aparat pajak.

“Ada 11 kasus utama selama 3 tahun yang ditangani intensif sampai saat ini. Total yang dikembalikan Rp 3 triliun,” ujar Wakil Presiden Boediono dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/10/2014). Sebuah tim yang dikomandoi Boediono menjadi pelaksana Inpres tersebut.

Tim pelaksana ini terdiri atas Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Jaksa Agung, Kapolri, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), serta Menteri Hukum dan HAM. Pembentukan tim tersebut terlaksana semenjak mencuatnya kasus mafia pajak Gayus Tambunan.

Dari kasus Gayus

Bermula dari kasus Gayus, tim tersebut mulai menghitung aset yang diperkirakan harus kembali ke kas negara. Hasil hitungannya, sebut Boediono, adalah Rp 4,574 triliun, 718.868 dollar AS, dan 9,9 juta dollar Singapura.

Dari jumlah itu, sebut Boediono, uang yang kembali ke kas negara senilai Rp 2,596 triliun. Adapun Rp 953 miliar menjadi deposit pemerintah untuk biaya proses banding pajak yang masih berlangsung. Selain itu, ada pula Rp 2,5 triliun aset yang masih menunggu eksekusi sampai ada kekuatan hukum tetap.

Untuk kasus Gayus, tim ini menyita uang tunai senilai Rp 74 miliar, 31 batang logam mulia masing-masing seberat 100 gram, 1 unit rumah, 1 unit apartemen, dan 2 mobil. Dalam kasus mafia pajak ini, Gayus mendapat hukuman 31 tahun penjara atas penyuapan aparat negara hingga pemalsuan paspor yang dia lakukan.

Adapun 10 kasus lain yang juga telah ditindak tim ini, lanjut Boediono, antara lain kasus pajak Asian Agri senilai Rp 1,9 triliun, kasus rekening gendut anggota polisi Labora Sitorus yang melakukan penyelundupan kayu dan bahan bakar minyak (BBM), serta kasus rekening gendut pegawai pajak Dhana Widyatmika senilai Rp 1 miliar.

Sanksi internal

Selain menyelamatkan uang negara, Boediono memaparkan, pelaksanaan Inpres tersebut juga dilakukan dengan menjatuhkan sanksi internal baik berupa sanksi disiplin maupun sanksi administratif atas berbagai pelanggaran.

“Secara keseluruhan ada 2.647 pejabat di berbagai instansi, termasuk 1.489 pegawai Kementerian Keuangan, 216 pegawai Kementerian Hukum dan HAM, dan 942 pegawai kejaksaan yang terkensa sanksi dalam kerangka Inpres 1/2011 ini,” papar Boediono.

Lebih lanjut, Boediono juga menuturkan, pelaksanaan Inpres 1/2011 dilakukan dengan pembenahan lembaga pemasyarakatan, keimigrasian, serta proses kerja kejaksaan dan kepolisian. Sinergi juga perlu dilakukan antarlembaga, utamanya dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menggencarkan penegakan hukum demi penyelamatan uang negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com