Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 Agustusan ala Wartawan, Belum Merdeka

Kompas.com - 17/08/2014, 17:30 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Seorang laki-laki berdiri ditengah lapang membawa tongkat yang ujungnya terpasang bendera merah putih. Tubuhnya tertutup dengan sobekan koran berbagai media, pun kedua matanya yang tertutup kain hitam. Dengan lantang, laki-laki itu membacakan teks UUD 1945.

Namun di tengah pembacaan, segerombol orang dengan topeng berbagai karakter jahat mengganggu laki-laki itu. Membungkamnya, mengikat tangan dan kakinya hingga laki-laki itu tersungkur. Kendati demikian dengan sekuat tenaga ia tetap membaca teks UUD 1945 hingga selesai.

Demikian petikan adegan teatrikal yang dilakukan salah seorang seniman Kota Magelang dalam upacara peringatan Kemerdekaan RI ke 69 di puncak Gunung Tidar Kota Magelang, Minggu (17/8/2014).

Upacara dikuti oleh sedikitnya 50 peserta yang terdiri dari wartawan Magelang, mahasiswa dari Persma Untidar, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dan seniman.

“Aksi tersebut merupakan simbolisasi sekaligus refleksi makna kemerdekaan RI bagi insan pers di Indonesia saat ini. Bahwa hingga saat ini tidak semua wartawan bisa dengan merdeka menjalankan tugas jurnalistiknya. Aksi teror dan kekerasan masih terus membayangi,” ujar Asef Farid Amani, Koordinator Kegiatan tersebut.

Asef menyebutkan, serangkaian aksi kekerasan terhadap profesi wartawan di Indonesia yang masih marak. Publik tidak akan pernah lupa dengan kasus pembunuhan Udin, wartawan harian Bernas Yogyakarta beberapa tahun lalu. Kemudian yang terbaru, aksi pelemparan bom molotov di kediaman Frietqi Suryawan alias Demang, wartawan Radar Jogja, di Jalan Jagoan Kota Magelang.

“Kejadian-kejadian itu menjadi catatan penting bagi masyarakat dan para penegak hukum bahwa semestinya tidak ada lagi aksi anarkis maupun teror yang menimpa para pewarta,” tandas wartawan surat kabar lokal Jawa Tengah itu.

Sebelum aksi teatrikal itu, seluruh peserta berbaris rapi layaknya peserta upacara pada umumnya. Ada yang bertugas sebagai sebagai inspektur upacara, komandan upacara, protokol hingga dirigen. Demikian pula dengan aba-aba serta rangkaian upacara lainnya.

Belum merdeka

Ada kesan formal, tetapi ada pula kesan dramatik dalam upacara bertajuk “Wartawan (belum) Merdeka” itu. Seperti pembacaan naskah Pancasila oleh Bambang Eka Prasetya, seorang seniman Magelang yang penuh penghayatan yang digambarkan dalam aksi teatrikal.

Seniman lainnya, Gepeng Nugroho, turut membacakan puisi karya Gus Mus yang berjudul “Aku Harus Bagaimana”. Hari Atmoko, seniman sekaligus wartawan senior Magelang ikut membacakan orasi budaya bertajuk “Pers Magelang berangkat ke Tempat Dalam”.

Dalam orasi itu, Hari Atmoko menjelaskan, pemilihan puncak gunung Tidar sebagai lokasi upacara memiliki alasan bahwa diatas gunung yang konon sebagai “Pakuning Tanah Jawa” ini terdapat sasmita berhuruf jawa “Tiga S” (baca: Sa), yang menjadi tempat tambatan pemaknaan atas nilai-nilai kejawaan “Sapa Salah Seleh”.

Ungkapan itu, kata Hari, merupakan peringatan kepada manusia untuk selalu tekun dalam pencarian jalan kebenaran di ruang kemedekaan ini. Karenanya, melalui upacara tersebut para insan pers Magelang ingin merefleksikan tentang kemerdekaannya saat mengemban tugas mulia untuk kerpentingan pembangunan, demokrasi dan kemanusiaan.

“Ketika seorang kawan seprofesi dibunuh dan terkoyak serangan bom molotov, maka hal itu menjadi sinyal kemerdekaan mereka yang telah terpayungi Undang-undang Pers patut direfleksikan,” tutur Pewarta Kantor Berita Antara itu.

Kendati demikian Hari mengapresiasi keinerja para penegak hukum di Koota Magelang yang telah mengurus bom molotov hingga ke meja pengadilan belakangan ini. Pihaknya yakin bahwa penegak hukum mampu menguak ikhwal sesumgguhmya atas perkara yang pertama kali terjadi Kota Sejuta Bunga ini.  Sebab jika tidak, akan menjadi preseden buruk untuk pers di daerah ini pada masa yang akan datang.

“Terlepas dari kasus-kasus itu, sudah saatnya pers Magelang mengelaborasikan kerja jurnalistiknya untuk menyuguhkan pemeritaan dengan menggali kepentingan kemuliaan publik. Tidak hanya melalui 5W dan 1H, tetapi juga 3E dan 1N yakni Educating, Enlighting, Empowering dan Nasionalism,” tegas Hari. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com