Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang: Isu Bocornya Rekaman KPK Tidak Logis

Kompas.com - 18/06/2014, 23:46 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai tidak logis ada transkrip rekaman pembicaraan yang dibocorkan oleh KPK. Transkrip rekaman tersebut diklaim berisi permintaan petinggi PDI Perjuangan kepada Jaksa Agung Basrief Arief agar calon presiden Joko Widodo tidak diseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bus transjakarta yang ditangani Kejaksaan Agung.

"Sistem law full intercept (penyadapan secara sah) yang dimiliki KPK-lah yang menjaga akuntabilitas proses perekaman. Itu sebabnya info soal rekaman yang berasal dari KPK atau pimpinan KPK itu sangat tidak logis, mendistorsi, dan memutarbalikkan akal sehat dan ditujukan hanya untuk menghancurkan kredibilitas pimpinan dan lembaga KPK saja," kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Rabu (18/6/2014).

Menurut Bambang, isu mengenai adanya petinggi KPK yang membocorkan transkrip rekaman tersebut dimunculkan orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini juga dianggapnya sebagai upaya untuk menjatuhkan kredibilitas KPK dan menarik-narik penegakan hukum yang dilakukan KPK ke ranah politik. Bambang mengatakan, sistem di KPK tidak memungkinkan ada rekaman yang bisa beredar keluar, baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Sistem pengamanannya ketat dan berlapis, ditujukan untuk proses penegakan hukum saja, atas kasus yang ditangani dan sedang dalam penyidikan dan penyelidikan KPK," ujar Bambang.

Sebelumnya, Faizal menulis di laman jejaring sosial Facebook-nya bahwa dia telah menerima bocoran transkrip rekaman pembicaraan antara Jaksa Agung dan petinggi PDI-P. Isi rekaman itu memuat percakapan yang meminta agar kejaksaan tidak menyeret Jokowi sebagai tersangka kasus korupsi bus transjakarta senilai Rp 1,5 triliun.

Faizal mengaku mendapatkan transkrip rekaman itu dari seorang utusan salah satu petinggi KPK pada 6 Juni 2014. Belakangan dia menyebut nama Bambang Widjojanto. Pada Rabu pagi ini, Faizal mendatangi Kejaksaan Agung untuk mengklarifikasi rekaman yang didapatnya itu (baca: Klarifikasi Rekaman Bocor Petinggi PDI-P, Progress 98 Datangi Kejagung).

Faizal juga pernah melaporkan Jokowi ke KPK pada awal Mei 2014. Ketika itu dia menilai Jokowi menerima gratifikasi karena menggalang sumbangan dari masyarakat untuk biaya pencalonan diri sebagai presiden. KPK menyatakan bahwa sumbangan dana yang diterima Jokowi dari masyarakat tersebut bukan termasuk gratifikasi. Menurut Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, seorang capres atau cawapres boleh menerima sumbangan dari masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Nasional
Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

Nasional
Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

Nasional
Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Nasional
Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

Nasional
Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Nasional
Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Nasional
Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Nasional
Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com