Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol yang Kadernya Korup Lebih Baik Dilarang Ikut Pemilu

Kompas.com - 28/10/2013, 14:05 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi mengusulkan agar partai politik (parpol) dengan kader yang melakukan korupsi dilarang menjadi peserta pada pemilu berikutnya. Pasalnya, tingginya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu atau golongan putih (golput) ditengarai disebabkan perilaku kader partai yang buruk dan melakukan tindak pidana korupsi.

"Diatur saja pemberlakuan moratorium. Parpol peserta pemilu, dicabut haknya dalam satu atau dua periode pemilu untuk ikut pemilu kalau kadernya di DPR melakukan korupsi. Tidak bisa ikut pemilu beberapa periode," ujar Jojo dalam diskusi "Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu 2014" di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2013).

Ia mengatakan, aturan tersebut diharapkan dapat memberi efek jera kepada parpol dalam mengusung kader yang korup. Selain itu, katanya, parpol pun jadi menunjukkan tanggung jawabnya pada peningkatan angka golput.

Terobosan tersebut, menurut Jojo, adalah mekanisme yang efektif untuk memaksa perbaikan sistem politik maupun sistem parlemen. Jojo menilai, meningkatnya angka golput pada setiap penyelenggaraan pemilu dipicu perilaku buruk politikus yang menyebabkan kepercayaan publik merosot.

"Partisipasi publik menurun juga menjadi tanggung jawab partai politik (parpol). Publik dipertontonkan aktor politik tidak bisa diharapkan. Aktor politik mempertontonkan perilaku-perilaku yang kurang baik," ujar Jojo.

Ia menilai, partisipasi publik yang tinggi dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tentu didorong tingginya kepercayaan publik pada sistem politik dan perilaku aktor politiknya. Menurutnya, ketika aktor politik tidak dapat dipercaya, maka publik pun enggan menyalurkan suaranya.

"Partisipasi didorong kepercayaan. Kalau tidak ada kepercayaan, orang tidak akan mau berpartisipasi," lanjut Jojo.

Ia menilai, ada ironi ketika masyarakat didorong menggunakan hak pilihnya, namun di sisi lain, pihaknya yang dipilih justru menggerus kepercayaan publik dengan perilaku korupnya. Untuk diketahui, pemilu pertama Indonesia di era reformasi, yaitu Pemilu 1999, angka partisipasi pemilih mencapai 92,74 persen. Angka itu menurun pada Pemilu 2004 menjadi 84,07 persen. Pada Pemilu 2009, partisipasi terus merosot menjadi hanya 71 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com