Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Politik, Senjata atau Kambing Hitam?

Kompas.com - 29/07/2013, 10:46 WIB
Marcellus Hernowo

Penulis


KOMPAS.com - Selama dua hari berturut- turut, Rabu dan Kamis pertengahan Juli lalu, Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy mengirim pernyataan kepada sejumlah wartawan tentang survei politik. Isinya, antara lain, usul akreditasi terhadap lembaga survei agar akuntabilitas kerja mereka dapat dipertanggungjawabkan. Romy, biasa dia dipanggil, juga berharap ada survei atas tingkat kepercayaan masyarakat terhadap survei.

Pernyataan Romy itu berdekatan dengan rilis sejumlah lembaga survei tentang pemilu. Selasa (16/7), Lembaga Survei Nasional (LSN) menyatakan, jika pemilu diadakan pada hari itu, Partai Golkar dan PDI-P bersaing menjadi pemenang, sedangkan PPP mendapat suara 4,3 persen. Rilis hasil survei keesokan harinya, Pusat Data Bersatu (PDB) juga menyatakan PDI-P dan Golkar bersaing jadi pemenang jika pemilu digelar pada hari itu. Namun, PPP hanya meraih 2,31 persen suara.

Dalam politik Indonesia saat ini, rilis seperti yang dilakukan LSN dan PDB bukan hal yang baru. Hasil prediksi seperti yang dibangun lewat sejumlah survei tidak sepenuhnya sesuai kenyataan. Misalnya, menjelang Pilkada DKI Jakarta 2012, sejumlah lembaga survei menyatakan pilkada akan berlangsung satu putaran dengan pemenang pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Namun, pilkada ternyata berlangsung dua putaran dan dimenangi Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama.

Namun, kasus ”melesetnya” survei seperti di Pilkada DKI Jakarta ternyata tidak terlalu memengaruhi popularitas survei dalam praktik politik saat ini. Hampir semua parpol tetap menjadikan hasil survei sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan, seperti saat menentukan calon dalam pilkada. Calon presiden dari Partai Golkar, Aburizal Bakrie, beberapa kali menyebut survei saat menyatakan target perolehan tingkat elektabilitas dan popularitas dalam waktu tertentu.

Partai Demokrat bahkan menyatakan pemenang konvensi pemilihan calon presiden yang mereka usung di Pemilu 2014 akan ditentukan hasil survei. Artinya, penilaian survei telah mengalahkan hal-hal seperti rekam jejak, kesamaan ideologi, serta garis perjuangan antara calon yang akan diusung dan Partai Demokrat.

Anjloknya elektabilitas, menurut hasil survei, juga banyak disebut kader Demokrat sepanjang tahun 2011 hingga awal 2013 ketika mereka bicara tentang pentingnya penyelamatan partai. Salah satu ”bentuk” penyelamatan itu adalah berhentinya Anas Urbaningrum dari jabatan ketua umum dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

Akhirnya, hasil survei memang dapat menentukan nasib politisi di Indonesia. Akibatnya, tidak mengherankan jika ada politisi yang kebakaran jenggot lalu menuding sana-sini saat dirinya atau partainya dinilai buruk oleh survei. Sebaliknya, jangan kaget jika ada politisi yang tiba-tiba terlihat percaya diri karena menurut hasil survei dipersepsikan baik oleh publik meski karyanya belum terasa. Survei menjadi senjata atau kambing hitam?

Direktur Eksekutif Cirus Surveyor Group Andrinof Chaniago menuturkan, survei memang dapat dipakai menggiring opini. Bahkan, caranya dapat dengan ”membiaskan” data. ”Misalnya dengan mengatakan, menurut survei, capres A akan ada di urutan satu jika berpasangan dengan Z. Padahal, belum tentu ini karena A hebat, siapa tahu justru Z yang hebat. Pasalnya, saat capres B dipasangkan dengan Z, ternyata juga menjadi di urutan satu,” ujar Andrinof.

Dengan pertimbangan itu, Andrinof yang juga mantan Ketua Umum Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia setuju perlu ada pihak independen untuk memberikan penilaian secara obyektif terhadap sejumlah survei. (M HERNOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com