JAKARTA, KOMPAS.com - Kurikulum pendidikan kebangsaan, terutama Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah-sekolah, selama ini dinilai terlalu menekankan materi yang bersifat tekstual. Pendekatan semacam itu perlu diubah, dengan lebih menekankan pengenalan nilai-nilai kebangsaan lewat interaksi langsung di lapangan.
Peneliti Lazuardi Biru, Abdul Aziz, mengungkapkan pendapat itu di Jakarta, Rabu (26/9/2012) ini.
"Nilai-nilai kebangsaan, seperti Pancasila, sebaiknya diperkenalkan lewat praktik secara langsung. Itu akan lebih efektif daripada pendekatan materi pelajaran yang tekstual," katanya.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) merupakan mata pelajaran di sekolah yang memperkenalkan nilai-nilai kebangsaan, seperti negara Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Kurikulum ini dikritik, karena pendekatannya dianggap terlalu menekankan pengetahuan tekstual yang bersifat hapalan.
Abdul Aziz mengungkapkan, mata pelajaran PKN diperlukan untuk lebih menanamkan kesadaran negara bangsa Indonesia kepada para siswa di sekolah. Namun, kurikulum itu hendaknya jangan hanya diajarkan sebagai materi ajaran yang tekstual, melainkan juga perlu lebih dihayati secara nyata.
Salah satu caranya, dengan memperkenalkan nilai-nilai Pancasila lewat praktik langsung.
Dalam mengajarkan konsep toleransi, misalnya, siswa jangan hanya dijejali pengertian atau peraturan soal penghargaan atas perbedaan dan kemajemukan. Mereka perlu diajak langsung mendalami keberagaman latar belakang para siswa di masing-masing kelas.
Itu sebagai cerminan dari kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam etnis, agama, kelompok, dan golongan. "Dengan begitu, para siswa bisa langsung mengenali adanya perbedaan dan menghayati perlunya saling menghormati satu sama lain," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.