"Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status (yang bersangkutan) masih sebagai calon terpilih (sehingga tak perlu mundur jika maju Pilkada 2024). Lha, kan, belum dilantik dan menjabat, lalu mundur dari jabatan apa," tambah dia.
Titi mempertanyakan apakah hal tersebut merupakan pendapat pribadi Hasyim atau sikap KPU RI secara kelembagaan.
Pasalnya, dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024, KPU RI telah mengatur pelantikan caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pada 1 Oktober 2024, sesuai akhir masa jabatan anggota dewan periode sebelumnya.
Sementara itu, pelantikan caleg DPRD dilangsungkan menyesuaikan akhir jabatan anggota dewan di masing-masing wilayah tersebut.
Pada Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Calon Terpilih Hasil Pemilu, KPU juga menyebutkan bahwa pelantikan susulan hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
Titi mengungkit bahwa Hasyim sebagai Ketua KPU RI pernah disanksi peringatan keras oleh DKPP karena membuat pernyataan terbuka soal sistem pemilu legislatif proporsional tertutup, yang ketika itu masih diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga belum berkepastian hukum.
Pernyataan Hasyim sontak menimbulkan kegaduhan karena khalayak luas, utamanya pemilih dan partai politik peserta pemilu, berkepentingan langsung atas sistem pileg yang hendak digunakan pada Pemilu 2024.
DKPP ketika itu menilai, pernyataan Hasyim selaku Ketua KPU RI yang notabene simbol penyelenggara pemilu berpengaruh luas terhadap proses penyelenggaraan pemilu, sekalipun tujuannya menyampaikan perkembangan tahapan pemilu.
"Mestinya, kalau bukan merupakan kebijakan resmi Ketua KPU menghindarkan diri dari berwacana yang bisa berdampak kegaduhan, ketidakpastian hukum, dan kebingungan di masyarakat," ucap Titi.
"Pelantikan susulan bagi yang maju pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang dan jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024," kata dia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan "secara bersama-sama".
Namun demikian, UU MD3 juga membuka opsi bahwa anggota dewan yang berhalangan hadir pelantikan secara bersama-sama, mengucapkan janji/sumpah secara terpisah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.